Skip to main content

Analisis Ketenagakerjaan di Indonesia

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri teladan umat manusia.
Karya ilmiah ini berjudul “Analisis Ketenagakerjaan di Indonesia” dibuat untuk menyadarkan para pembaca, khususnya bagi para mahasiswa agar mengerti hukum dan etika ketenagakerjaan di Indonesia. Selain itu, karya ilmiah ini juga disusun agar pembaca dapat mengetahui apa yang menjadi tolak ukur kelayakan tenaga kerja dan kebijakan yang didapatkan, serta bagi pemerintah dapat meningkatkan kualitas para tenaga kerja di Indonesia.
Penulisan karya ilmiah ini telah dapat dilaksanakan dan disusun berdasarkan berbagai macam literatur dan informasi tentang ketenagakerjaan. Selain itu dukungan dari Bapak                                    yang sangat besar artinya. Atas semua bantuan yang telah diberikan, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga semua kebaikan yang didapatkan menjadi amal baik dan mendapatkan pahal disisi-Nya.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari pembaca yang budiman untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. Hanya kepada-Nya  kita berserah diri, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca semuanya.


Banda Aceh, Desember 2014

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................................
1.5 Metode Penelitian .................................................................................................

BAB II : KAJIAN PUSTAKA
2.1 Urgensi Disiplin Berkendara ................................................................................
2.2 Surat Izin Mengemudi Sebagai Salah Satu Syarat Kelayakan Berkendara ..........

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil penelitian .....................................................................................................






3.2 Pembahasan ..........................................................................................................
BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan ...........................................................................................................
4.2 Saran .....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
LAMPIRAN INSTRUMENT PENELITIAN .........................................................




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara - negara yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 225 juta jiwa, menjadikan negara ini negara dengan penduduk terpadat ke-4 di dunia. Masalah ketenagakerjaan, pengangguran, dan kemiskinan Indonesia sudah menjadi masalah pokok bangsa ini dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan menghalangi langkah Indonesia untuk menjadi mengara yang lebih maju. Hal ini terjadi karena ukuran sektor informal masih cukup besar sebagai salah satu lapangan nafkah bagi tenaga kerja tidak terdidik. Sektor informal tersebut dianggap sebagai katup pengaman bagi pengangguran.
Permasalahan pengangguran dan setengah pengguran ini merupakan persoalan serius karena dapat menyebabkan tingkat pendapatan Nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal. Untuk itu perlu adanya upaya untuk menanggulangi masalah ketenagakerjaan yang berkaitan dengan banyaknya jumlah pengangguran.
Sumber data ketenagakerjaan seperti instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan yang berada di daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota tidak pernah lagi mau mengirim data dan informasi ke pusat .Kondisi ini telah mempengaruhi keberadaan data dan informasi ketenagakerjaan, yang pada akhirnya data dan informasi ketenagakerjaan yang dipergunakan saat ini masih bertumpu pada data dan informasi ketenagakerjaan yang bersifat makro. Data dan informasi ketenagakerjaan makro tersebut, sampai saat ini belum mampu untuk menjawab berbagai tantangan dan masalah ketenaga-kerjaan yang dihadapi.
Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha
Sumber data ketenagakerjaan seperti instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan yang berada di daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota tidak pernah lagi mau mengirim data dan informasi ke pusat .Kondisi ini telah mempengaruhi keberadaan data dan informasi ketenagakerjaan, yang pada akhirnya data dan informasi ketenagakerjaan.
Sedangkan asas ketenagakerjaan yang digunakan menurut Abdussalam adalah asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah, sedangkan asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan naional, khususnya asas demokrasi Pancasila serta asas adil dan merata. Asas tersebut dapat dikatakan pembangunan ketenagakerjaan dilakukan secara menyeluruh mulai dari daerah hingga pusat dengan tujuan untuk pencapaian pembangunan nasional yang adil dan merata.
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja atau buruh, oleh sebab itu pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerjasama yang saling mendukung. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2003 pasal 3 tentang ketenagakerjaan. Dalam Undang-Undang tersebut memuat adanya pelaksanaan pembangunan ketenagakerjaan dapat terwujud dengan melibatkan peranan pemerintah, pengusaha dan pekerja atau buruh.

B. Rumusan Masalah
Berikut ini beberapa masalah ketenagakerjaan di Indonesia.
  • Rendahnya kualitas tenaga kerja
Kualitas tenaga kerja dalam suatu negara dapat ditentukan dengan melihat tingkat pendidikan negara tersebut. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia, tingkat pendidikannya masih rendah. Hal ini menyebabkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi rendah. Minimnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja, sehingga hal ini akan berpengaruh terhadaprendahnya kualitas hasil produksi barang dan jasa.
  • Jumlah angkatan kerja yang tidak sebanding dengan kesempatan kerja
Meningkatnya jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi oleh perluasan lapangan kerja akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian. Angkatan kerja yang tidak tertampung dalam lapangan kerja akan menyebabkan pengangguran. Padahal harapan pemerintah, semakin banyaknya jumlah angkatan kerja bisa menjadi pendorong pembangunan ekonomi.
  • Persebaran tenaga kerja yang tidak merata
Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia berada di Pulau Jawa. Sementara di daerah lain masih kekurangan tenaga kerja, terutama untuk sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan.Dengan demikian di Pulau Jawa banyak terjadi pengangguran, sementara di daerah lain masih banyak sumber daya alam yang belum dikelola secara maksimal.
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia banyak mengakibatkan industri di Indonesia mengalami gulung tikar. Akibatnya, banyak pula tenaga kerja yang berhenti bekerja. Selain itu, banyaknya perusahaan yang gulung tikar mengakibatkan semakin sempitnya lapangan kerja yang ada. Di sisi lain jumlah angkatan kerja terus meningkat. Dengan demikian pengangguran akan semakin banyak.
Oleh karena itu, makalah ini mencoba memamhami bagaimana sistem dan hukum ketenagakerjaan di Indonesia?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui cara peningkatan mutu tenaga kerja
2.      Untuk mengetahui upaya mengatasi masalah ketenagakerjaan di Indonesia
3.      Untuk mengetahui hukum ketenagakerjaan di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN

Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan kompisisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Sedangkan Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Sumber Hukum Ketenagakerjaan Indonesia
Hukum ketenagakerjaan adalah merupakan suatu peraturan-peraturan tertulis atau tidak tertulis yang mengatur seseorang mulai dari sebelum, selama, dan sesudah tenaga kerja berhubungan dalam ruang lingkup di bidang ketenagakerjaan dan apabila di langgar dapat terkena sanksi perdata atau pidana termasuk lembaga-lembaga penyelenggara swasta yang terkait di bidang tenaga kerja[2]
Di dalam pemahaman hukum ketenagakerjaan yang ada dapat diketahui adanya unsur-unsur hukum ketenagakerjaan, meliputi :
  1. Serangkaian aturan yang berkembang kedalam bentuk lisan mauun tulisan
  2. Mengatur hubungan antara pekerja dan pemilik perusahaan.
  3. Adanya tingkatan pekerjaan, yang pada akhirnya akan diperolah balas jasa.
  4. Mengatur perlindungan pekerja/ buruh, meliputi masalah keadaan sakit, haid, hamil, melahirkan, keberadaan organisasi pekerja/ buruh dsb
         Semenjak zaman reformasi  ruang lingkup hukum ketenagakerjaan Indonesia telah diatur secara lengkap dalam UU NO 13 tahun 2003  yang terdiri dari XVIII Bab dan 193 Pasal dengan sistematika sebagai berikut :
Bab I.     Ketentuan umum yaitu mengenai defenisi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang tersebut.
Bab II.    Landasan azas dan tujuan yang merupakan prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan pembangunan ketenagakerjaan.
Bab III.  Pengaturan  mengenai Kesempatan dan perlakuan yang sama dalam memperoleh pekerjaan tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama dan golongan.
Bab IV. Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan dalam kaitan penyusunan kebijakan, strategi dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan.
Bab V.    Pengaturan Pelatihan kerja dalam rangka membekali, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan produktivitas dan kesejahteraan.
Bab VI.  Penempatan tenaga kerja mengatur secara rinci tentang kesempatan yang sama, memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghsilan yang layak di dalam atau di luar negeri.
Bab VII.  Perluasan kesempatan kerja hal ini merupakan upaya pemerintah untuk bekerja sama di dalam maupun di luar negeri dalam rangka  perluasan kesempatan kerja.
Bab VIII.  Pengaturan Penggunaan tenaga Kerja Asing
Bab IX.  Pengaturan Hubungan Kerja,
Bab X.  Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejahteraan.
Bab XI. Hubungan Industrial yang mengatur hubungan antara pekerja,   pengusaha dan pemerintah .
Bab XII.    Pemutusan hubungan kerja
Bab XIII.   Pembinaan.
Bab XIV.   Pengawasan,
Bab XV.    Penyidikan.
Bab XVI.   Ketentuan pidana dan sanksi administrative.
Bab XVII.  Ketentuan peralihan.
Bab XVIII  Penutup.    
         Beberapa ketentuan Pasal- pasal  dalam UU No 13 tahun 2003 yaitu : Pasal 158, 159, 160, 170, 158(1), 171, 158(1), 186, 137, dan Pasal 138(1) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak digunakan lagi sebagai dasar hukum. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 12/PPU-1/2003 tanggal 28 Oktober 2004 tentang hak uji materil UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap UUD RI tahun 1945, Berita Negara no 92 tahun 2004 tanggal 17 November tahun 2004 , jo Surat Edaran MENTERI Tenaga Kerja RI NO SE.13/MEN/SJ-HKI/I/2005       
Peraturan Lain
        Peraturan lainnya ini kedudukannya adalah lebih rendah dari undang-undang dan pada umumnya merupakan peraturan pelaksana undang-undang.  Peraturan-peraturan itu adalah sebagai berikut :
1.      Peraturan pemerintah , peratuan pemerintah ini ditetapkan oleh Presiden untuk mengatur lebih lanjut ketentuan dalam undang-undang.  Sejajar kedudukannya dengan peratuan pemerintah ini, adalah peraturan seorang Menteri yang oleh undang-undang diberi wewenang untuk mengadakan peraturan pelakananya.  Peraturan terakhir yang berlaku sekarang adalah Keputusan Menteri tenaga kerja.
2.      Keputusan Presiden, Keputusan Presiden ini yang tidak disebut keputusan pemerintah, atau dari zaman Hindia Belanda dahulu ; regeringsbesluit, pada umumnya tidak mengatur sesuatu, tetapi memutuskan sesuatu tertentu
3.      Peraturan atau keputusan instansi lain.  Suatu keistimewaan dalam hukum ketenagakerjaan ialah bahwa suatu instansi atau seorang pejabat yang tertentu diberi kekuasaan untuk mengadakan peraturan atau keputusan yang berlaku bagi umum (mengikat umum)
c.       KEBIASAAN
                 Kebiasaan atau hukum tidak tertulis ini, terutama yang tumbuh setelah perang dunia ke -2, berkembang dengan baik karena dua faktor yaitu: faktor pertama karena pembentukan undang-undang tidak dapat dilakukan secepat soal-soal perburuhan yang harus diatur, faktor kedua adalah peraturan-peraturan di zaman Hindia belanda dahulu sudah tidak lagi dirasakan sesuai dengan rasa keadilan masyarakat dan aliran-aliran yang tumbuh di seluruh dunia.  Jalan yang ditempuh dalam keadaan yang sedemikian itu ialah  acap kali dengan memberikan tafsiran (interpretasi) yang disesuaikan dengan jiwa unang-undang dasar.
d.      PUTUSAN
           Dimana dan di masa aturan hukum hukum masih kurang lengkap putusan pengadilan tidak hanya memberi bentuk hukum pada kebiasaan tetapi-juga dapat dikatakan untuk sebagian besar menentukan, menetapkan hukum itu sendiri.
e.       PERJANJIAN
  Perjanjian kerja pada umumnya hanya berlaku antara buruh dan  majikan yang menyelenggarakannya, orang lain tidak terikat.  Walaupun demikian dari pelbagai perjanjaian kerja itu dapat diketahui apakah yang hidup pada pihak-pihak yang berkepentingan .  Lebih-lebih  dari perjanjian ketenagakerjaan, makin besar serikat buruh dan perkumpulan majikan yang menyelenggarakannya.  Dengan demikian maka aturan dalam perjanjian kerja bersama  mempunyai kekuatan hukum sebagai undang-undang.
f.       TRAKTAT
         Perjanjian dalam arti traktat mengenai soal perburuhan antara  Negara Indonesia dengan suatu atau beberapa Negara lain.  Perjanjian (konvesi, Convention) yang ditetapkan oleh konfrensi organisasi perburuhan internasional (international labour organisation conference) tidak dipandang sebagai hukum ketenagakerjaan  karena konvensi itu telah diratifisir oleh Negara Indonesia, tidak mengikat langsung golongan buruh dan majikan di Indonesia.
           Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat I dan 2 UU No 10 tahun 2008 tentang pembentukan  peraturan perundang-undangan  bahwa jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut [13]: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang, Peraturan pemerintah, Peraturan presiden, Peraturan Daerah  (Perda ) dan Peraturan desa
        Berdasarkan pendapat para ahli tersebut diatas dan UU 10 tahun 2008 maka Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.       Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk WetboekStaatsblad 18 No. 23) khususnya pasal (1313, 1338,1320)
b.      UU NO 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 No: 39
c.       Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 TAHUN 2006 Tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional.
d.      Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : KEP.100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjain Kerja Waktu Tertentu.
e.        Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : KEP.48/MEN/IV/2004 tentang Tata cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan  serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.
f.       Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : KEP.261/MEN/XI/2004 tentang Perusahaan yang Wajib Melaksanakan Pelatihan Kerja.
g.      Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : PER.08/MEN/III/2006  tentang Perubahan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-48/MEN/IV/2004  tentang Tata cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan  serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama
h.      Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia    Nomor PER.22/MEN/IX/2009 Tentang  Penyelenggaraan Pemagangan di dalam Negeri.
i.        Peraturan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi RI Nomor: PER.21/MEN/X/2007 tentang Tata cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
Kondisi Tenaga Kerja Di Indonesia
Tabel Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan Februari 2011-2012 Nasional (Indonesia)
Kegiatan Utama
Februari 2011
Februari 2012
1. Penduduk Usia 15 tahun ke atas
170.656.140
172.865.970
2. Angkatan kerja
119.399.380
120.417.050
a. bekerja
111.281.740
112.802.810
b. pengangguran
8.117.630
7.614.240
3. Bukan angkatan kerja
51.256.760
52.448.920
4. Tingkat partisipasi angkatan   kerja
69.96
69.66
5. Tingkat pengangguran terbuka
6,80
6,32
     Sumber: BPS Sumatera Barat

Dari tabel diatas dapat dianalisis bahwa jumlah penduduk nasional usia 15 tahun ke atas mengalami peningkatan sebesar 2.209.830 orang, jumlah angkatan kerja mengalami peningkatan sebesar 1.017.670 orang, jumlah penduduk yang bekerja mengalami peningkatan sebesar 1.521.070 orang, jumlah pengangguran mengalami penurunan sebesar 503.390 orang, jumlah bukan angkatan kerja mengalami peningkatan sebesar 1.192.160 orang, tingkat partisipasi angkatan kerja mengalami penurunan 0,3 % dan tingkat pengangguran terbuka mengalami penurunan sebesar 0,48 %.

Analisis Kebijakan Ketenagakerjaan di Indonesia (UU No. 13 Tahun 2003)
Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, terdapat empat kebijakan pokok yang terkait dengan perlindungan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja yaitu kebijakan upah minimum, ketentuan PHK dan pembayaran uang pesangon, ketentuan yang berkaitan hubungan kerja dan ketentuan yang berkaitan dengan jam kerja.
Upah Minimum
Pengaturan mengenai upah minimum dijelaskan pada pasal 88 – 90. Dalam pasal-pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu komponen/kebijakan pengupahan adalah upah minimum (pasal 88). Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi (pasal 88). Upah minimum ditetapkan berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota serta berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota (pasal 89). Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum dan bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum tersebut dapat dilakukan penangguhan (pasal 90).
Jika diterapkan secara proporsional, kebijakan upah minimum bermanfaat dalam melindungi kelompok kerja marjinal yang tidak terorganisasi di sektor modern. Namun demikian, kenaikan upah minimum yang tinggi dalam kondisi pertumbuhan ekonomi yang rendah di Indonesia belakangan ini telah berdampak pada turunnya keunggulan komparatif industri-industri padat karya, yang pada gilirannya menyebabkan berkurangnya kesempatan kerja akibat berkurangnya aktivitas produksi.
PHK dan Pembayaran Uang Pesangon
Pengaturan mengenai PHK dan pembayaran uang pesangon dijelaskan pada Bab XII pada pasal 150 – 172. PHK hanya dapat dilakukan perusahaan atas perundingan dengan serikat pekerja (pasal 151), dan jika dari perundingan tersebut tidak mendapatkan persetujuan maka permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang mendasarinya (pasal 152). Selanjutnya dalam pasal 153-155 dijelaskan alasan-alasan yang diperbolehkannya PHK dan alasan-alasan tidak diperbolehkannya PHK.
Hubungan Kerja
Dalam pasal 56 dinyatakan perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Selanjutnya, pada pasal 59 dinyatakan perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu : a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Waktu Kerja
Terkait dengan waktu kerja, pada pasal 76 dinyatakan adanya larangan mempekerjakan pekerja perempuan di bawah 18 tahun dan pekerja perempuan hamil pada malam hari (Pukul 23.00 7.00). Selanjutnya pada pasal 77 dinyatakan kewajiban perusahaan untuk melaksanakan ketentuan waktu kerja 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Rekomendasi
Dari kajian mengenai Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka tulisan ini merekomendasikan beberapa poin rekomendasi dalam rangka menyeimbangkan antara tujuan perlindungan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja, sebagai berikut:
Substansi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan rekruitmen, PHK, upah minimum, perlindungan kerja dan waktu kerja, dengan tetap memperhatikan jaminan keberadaan upah dan perlindungan kerja yang layak, serta struktur pasar kerja di Indonesia, perlu ditinjau ulang dalam konteks keseimbangan perlindungan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja. Terkait dengan struktur pasar kerja di Indonesia, yang harus diperhatikan adalah karakteristik pasar kerja yang surplus tenaga kerja, lapangan kerja sektor informal yang sangat besar, banyaknya pekerja berada dalam kondisi setengah menganggur, rendahnya kualitas tenaga kerja. Data tahun 2005 menunjukkan 70,06 persen tenaga kerja berada pada sektor informal, 31,22 persen yang bekerja berada dalam kondisi setengah menganggur, 60,0 persen berpendidikan SD. Hal ini menunjukkan besarnya proporsi pekerja kelompok marjinal, yang berdasarkan pengalaman negara-negara dalam penerapan pasar kerja fleksibel merupakan kelompok yang paling rentan terkena dampak degradasi pasar kerja fleksibel.
UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang telah dikeluarkan pemerintah pada dasarnya telah mengacu pada kebijakan perlindungan tenaga kerja yang lebih komprehensif. Namun demikian, implementasi UU tersebut belum berlaku efektif dalam menjamin pemerataan jaminan sosial.
PP No. 31 Tahun 2006 Tentang sistem Pelatihan Kerja Nasional perlu segera diefektifkan dalam kerangka meningkatkan kualitas tenaga kerja melalui berbagai pelatihan-pelatihan kerja. Sebagai dampak era otonomi daerah, Departemen Tenaga Kerja sebagai instansi yang memiliki kewenangan utama dalam pelatihan tenaga kerja ini telah kehilangan kendali dalam mengarahkan kebijakan pelatihan-pelatihan tenaga kerja di daerah. Balai Latihan Kerja (BLK) sebagai salah satu pusat pelatihan, di banyak daerah pada saat ini berada dalam kondisi “mati suri”.
Perlunya peningkatan peran pemerintah dalam memfasilitasi dialog, komunikasi, dan negosiasi untuk mendorong hubungan yang baik antara pengusaha dengan pekerja seperti.
Perlunya meningkatkan aksesibilitas pencari kerja pada informasi pasar kerja. PP No. 15 Tahun 2007 telah mengatur tentang tata cara memperoleh informasi ketenagakerjaan dan penyusunan serta pelaksanaan perencanaan tenaga kerja. Namun demikian, dalam PP tersebut belum terlihat secara tegas upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan aksesibilitas pencari kerja.
Perlunya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia aparat yang terkait dengan proses pengawasan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia aparat dalam pengawasan bertujuan untuk mencegah terjadinya praktek-praktek penyelewengan peraturan-peraturan yang dapat merugikan buruh. Di sisi lain, peningkatan kualitas sumberdaya manusia aparat dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial diperlukan dalam rangka meningkatkan kepastian hubungan industrial dan dapat menekan biaya tinggi yang selama ini dialami baik oleh pengusaha maupun pekerja.
.
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial.
Pembinaan hubungan industrial sebagai bagian dari pembangunan ketenagakerjaan harus diarahkan untuk terus mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Untuk itu, pengakuan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia sebagaimana yang dituangkan dalam TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 harus diwujudkan. Dalam bidang ketenagakerjaan, Ketetapan MPR ini merupakan tonggak utama dalam menegakkan demokrasi di tempat kerja. Penegakkan demokrasi di tempat kerja diharapkan dapat mendorong partisipasi yang optimal dari seluruh tenaga kerja dan pekerja/buruh Indonesia untuk membangun negara Indonesia yang dicita-citakan. Beberapa peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku selama ini, termasuk sebagian yang merupakan produk kolonial, menempatkan pekerja pada posisi yang kurang menguntungkan dalam pelayanan penempatan tenaga kerja dan sistem hubungan industrial yang menonjolkan perbedaan kedudukan dan kepentingan sehingga dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan tuntutan masa yang akan datang.
Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan untuk:
1)      Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi.
2)      Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.
3)      Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan.
4)      Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Pemberdayaan dan pendayagunaan tenaga kerja merupakan suatu kegiatan yang terpadu untuk dapat memberikan kesempatan kerja seluas-luasnya bagi tenaga kerja Indonesia. Menurut Agus Dwiyanto manajemen dalam keorganisasian pemerintah ini berarti adanya suatu pengendalian manusia itu sendiri dengan mengadakan fungsi manajemen itu sendiri yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, pengkoordinasian dan pelaporan.
Peningkatan Mutu Tenaga Kerja
a.       Latihan Kerja
Latihan kerja merupakan proses pengembangan keahlian dan keterampilan kerja yang langsung dikaitkan dengan pekerjaan dan persyaratan kerja. Dengan kata lain, latihan kerja berkaitan dengan pengembangan profesionalisme tenaga kerja. Dalam kaitannya dengan peningkatan mutu kerja, latihan kerja dapat berfungsi sebagai suplemen ataupun komplemen terhadap pendidikan formal.
b.      Pemagangan
Pemagangan adalah latihan kerja langsung ditempat kerja. Jalur pemagangan ini bertujuan untuk memantapkan profesionalisme yang dibentuk melalui latihan kerja. Dengan bimbingan dan pengalaman yang terus-menerus dalam dunia kerja maka profesionalisme tenaga kerja akan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan keterampilan yang dipelajari selama magang pada suatu perusahaan.
c.       Perbaikan gizi dan kesehatan
Perbaikan gizi dan kesehatan perlu dilaksanakan untuk mendukung ketahanan kerja dan kemampuan belajar (kecerdasan) dalam menerima pengetahuan baru dan meningkatkan semangat kerja. Selain peningkatan kemampuan teknis melalui jalur-jalur pengembangan sumber daya manusia tersebut pula diupayakan agar tercipta manusia yang berkualitas dengan cirri taat menjalankan agama, toleran dan saling menghargai sesama manusia, berwawasan kepentingan nasional, produktif, disiplin, inivatif dan bertanggung jawab.
Upaya Mengatasi Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia
Secara umum kita dapat mengatasi berbagai masalah ketenagakerjaan melalui berbagai upaya praktis seperti berikut:
1.      Mendorong Investasi
Mengharapkan investasi dari luar negeri kenyataannya belum menunjukkan hasil yang berarti selama tahun 2006 lalu. Para investor asing mungkin masih menunggu adanya perbaikan iklim investasi dan beberapa peraturan yang menyangkut aspek perburuhan. Kalau upaya terobosan lain tidak dilakukan, khawatir masalah pengangguran ini akan bertambah terus pada tahun-tahun mendatang.
Beberapa produk perikanan dan kelautan juga sangat potensial untuk dikembangkan seperti udang, ikan kerapu dan rumput laut dan beberapa jenis budidaya perikanan dan kelautan lainnya. Sektor industri manufaktur dan kerajinan, khususnya untuk industri penunjang - supporting industries seperti komponen otomotif, elektronika, furnitur, garmen dan produk alas kaki juga memberikan kontribusi besar dalam pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja. Penulis juga mencermati banyak sekali produkproduk IT dan industri manufaktur yang sangat dibutuhkan, baik untuk pasar domestik, maupun untuk pasar ekspor. Di samping kedua sektor tersebut, sector jasa keuangan, persewaan, jasa konsultasi bisnis dan jasa lainnya juga memiliki prospek baik untuk dikembangkan.
2.      Memperbaiki daya saing
Daya saing ekspor Indonesia bergantung pada kebijakan perdagangan yang terus menjaga keterbukaan, disamping menciptakan fasilitasi bagi pembentukan struktur ekspor yang sesuai dengan ketatnya kompetisi dunia. Dalam jangka pendek, Indonesia dapat mendorong ekspor dengan mengurangi berbagai biaya yang terkait dengan ekspor itu sendiri serta meningkatkan akses kepada pasar internasional. Kebijakan yang dapat dipakai untuk mengontrol biaya-biaya tersebut diantaranya i) Menjaga kestabilan dan daya saing nilai tukar ii) Memastikan peningkatan tingkat upah yang moderat sejalan dengan peningkatan produktifitas iii) Akselerasi proses restitusi PPn dan restitusi bea masuk impor bagi para eksportir dan iv) Meningkatkan kemampuan fasilitas pelabuhan dan bandara dan infrastruktur jalan untuk mengurangi biaya transportasi.
Pemerintah dapat berupaya lebih keras lagi dalam menegosiasikan akses yang lebih besar ke pasar internasional pada pembicaraan perdagangan multilateral Putaran Doha terbaru. Karena Indonesia telah mempunyai kebijakan rezim perdagangan yang sangat terbuka, pemerintah dapat meminta pemotongan bea masuk dan pembebasan atas berbagai pengenaan bea masuk bukan ad-valorem oleh negara-negara maju, dengan dampak yang kecil bagi kebijakan proteksi Indonesia sendiri.
3.      Meningkatkan Fleksibilitas tenaga kerja
Indonesia memiliki aturan ketenagakerjaan yang paling kaku serta menimbulkan biaya paling tinggi di Asia Timur. Sebagai contoh, biaya untuk mengeluarkan pekerja sangatlah tinggi; pesangon yang harus dibayarkan mencapai 9 bulan gaji. Tentunya kebijakan pasar tenaga kerja harus berimbang antara penciptaan pasar tenaga kerja yang fleksibel dengan kebutuhan untuk memberikan perlindungan dan keamanan bagi tenaga kerja.
Langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan fleksibilitas tenaga kerja antara lain:
a.       Menyelesaikan pelaksanaan perundang-undangan tenaga kerja dan berkonsentrasi pada dua isu utama yang mendapat perhatian para pengusaha yaitu: i) keleluasaan dalam mempekerjakan pekerja kontrak dan ii) keleluasaan dalam melakukan outsourcing, dengan menekankan para sub-kontraktor untuk memenuhi hak-hak pekerja mereka.
b.      Menciptakan peradilan tenaga kerja, sebagaimana yang diatur dalam undang-undang perselisihan hubungan industrial. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat proses penyelesaian perselisihan tenaga kerja.
c.       Membentuk tim ahli dalam menentukan tingkat upah minimum. Pemerintah pusat dapat menjalankan kewenangan untuk membatasi peningkatan upah minimum di daerah.
d.      Jika diperlukan, merevisi Undang-undang mengenai Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional yang baru disahkan dan membentuk komisi tingkat tinggi yang bertugas mendesain sistem kesejahteraan nasional. Sistem ini harus dapat dilaksanakan dan mendukung penciptaan lapangan pekerjaan.
4.       Peningkatan Keahlian Pekerja

Pemerintah seharusnya dapat meningkatkan kemampuan angkatan kerja. Lemahnya kemampuan pekerja Indonesia dirasakan sebagai kendala utama bagi investor. Rendahnya keahlian ini akan mempersempit ruang bagi kebijakan Indonesia untuk meningkatkan struktur produksinya. Walaupun pada saat sebelum krisis pendidikan di Indonesia mencapai kemajuan yang luar biasa, dalam segi kuantitas, kualitas pendidikan masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara pesaing lainnya. Pemerintah harus lebih menekankan pencapaian tujuan di bidang pendidikan formal dengan mereformasi sistem pendidikan, sesuai dengan prinsip dan manfaat dari proses desentralisasi.

Comments