Teori keagenan (agency theory)
menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika principal (pemegang saham atau
pemilik perusahaan) mempekerjakan orang lain (agent/manajemen) untuk memberikan
suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada
agent tersebut (Jensen dan Meckling dalam Siti Muyassaroh, 2008).
Aplikasi agency theory dapat
terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur proporsi hak dan kewajiban
masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara
keseluruhan. Kontrak kerja merupakan seperangkat aturan yang mengatur mengenai
mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return, maupun risiko-risiko
yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Kontrak kerja akan menjadi optimal
apabila kontrak dapat fairness yaitu mampu menyeimbangkan antara prinsipal dan
agen yang secara matematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang optimal
oleh agen dan pemberian imbalan khusus yang memuaskan dari prinsipal ke agen.
Inti dari agency theory atau teori keagenan adalah pendesainan kontrak yang
tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi
konflik kepentingan (Scott,1997 dalam Sabeni 2005).
Menurut Eisenhard (1989) dalam
Sabeni (2005), teori keagenan dilandasi oleh 3 buah asumsi yaitu:
(a) asumsi tentang
sifat manusia,
Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia
memiliki sifat untuk mementingkan diri sendirin(self interest), memiliki
keterbatasan rasionalitas ( bounded rationality), dan tidak menyukai risiko
(risk aversion).
(b) asumsi tentang
keorganisasian,
Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota
organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktifitas dan adanya Asymmetric
Information (AI) antara prinsipal dan agen. asumsi tentang informasi
(c) asumsi tentang
informasi
Informasi dipandang sebagai
barang komoditi yang bisa diperjual belikan.
Menurut
Meisser, 2006 hubungan keagenan ini
mengakibatkan dua permasalahan yaitu :
(a) Terjadinya informasi
asimetris (information asymmetry)
Dalam
prakteknya manajer sebagai pengelola perusahaan tentunya mengetahui lebih
banyak informasi internal dan prospek perusahaan di waktu mendatang
dibandingkan pemilik modal atau pemegang saham. Sehingga sebagai pengelola,
manajer memiliki kewajiban memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada
pemilik. Tetapi informasi yang disampaikan oleh manajer terkadang tidak sesuai
dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Kondisi yang demikian dikenal
sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi. Dalam hal ini
asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal)
dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan perilaku yang tidak
semestinya (disfunctional
behaviour)
Salah
satu disfunctional behaviour yang dilakukan agen adalah
pemanipulasian data dalam laporan keuangan agar sesuai dengan harapan prinsipal
meskipun laporan tersebut tidak menggambarkan kondisi perusahaan yang
sebenarnya.
Akibat
adanya informasi yang tidak seimbang (asimetri) ini, dapat menimbulkan dua
permasalahan yang disebabkan adanya kesulitan prinsipal untuk memonitor dan
melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan agen. Jensen dan Meckling (1976)
menyatakan permasalahan tersebut antara lain adalah :
1). Moral Hazard, yaitu permasalahan yang
muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam
kontrak kerja. muncullah informasi asimetri antara manajemen dengan pemilik
dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba dalam
rangka menyesatkan pemilik mengenai kinerja ekonomi perusahaan
2). Adverse selection, yaitu suatu keadaan
dimana prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil
oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau
terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas.
(b) Terjadinya konflik
kepentingan (conflict of interest)
Tujuan
principal dan tujuan agen yang berbeda dapat memunculkan konflik karena manajer
perusahaan cenderung untuk mengejar tujuan pribadi, hal ini dapat mengakibatkan
kecenderungan manajer untuk memfokuskan pada proyek dan investasi perusahaan
yang menghasilkan laba yang tinggi dalam jangka pendek daripada memaksimalkan
kesejahteraan pemegang saham melalui investasi di proyek-proyek yang
menguntungkan jangka panjang.
Menurut Jensen dan Meckling ,
adanya masalah keagenan memunculkan biaya agensi (agency cost) yang terdiri
dari:
· Monitoring
cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor
perilaku agent, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agent.
Contoh biaya ini adalah biaya audit dan biaya untuk menetapkan rencana
kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan aturan-aturan operasi.
· Bonding
cost merupakan biaya yang ditangung oleh agent untuk menetapkan dan mematuhi
mekanisme yang menjamin bahwa agent akan bertindak untuk kepentingan principal.
Misalnya biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk menyediakan laporan keuangan
kepada pemegang saham. Pemegang saham hanya akan mengijinkan bonding cost terjadi
jika biaya tersebut dapat mengurangi monitoring cost.
· Residual loss merupakan
pengorbanan yang berupa berkurangnya kemakmuran principal sebagai akibat dari
perbedaan keputusan agent dan keputusan principal.
Konflik dan Mekanisme untuk Menghadapinya
Teori keagenan menyatakan bahwa dalam pengelolaan
perusahaan selalu ada konflik kepentingan (Brigham dan Gapenski,1996) antara :
(1) manajer dan pemegang saham
Konflik manajer dengan pemegang
saham. Pada kenyataannya, informasi simetris tidak pernah terjadi, karena
manajer berada didalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi
mengenai perusahaan,sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah
datang ke perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini
menyebabkan kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan
agen dan prinsipal selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai
pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyak
dibandingkan dengan prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit
dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian,
membuka peluang agen untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan
melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering disebut disfunctional
behaviour, dimana tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baik memanfaatkan
aset perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerja perusahaan.
Ada dua posisi kunci untuk menghadapi konflik-konflik
agency pemegang saham dan manager. Pada keadaan ekstrim, manajer perusahaan
bertindak sepenuhnya berdasarkan perubahan harga saham. Dalam hal ini, biaya
agen akan rendah karena manajer memiliki insentif besar untuk memaksimalkan
kesejahteraan pemegang saham hal tersebut tentu akan sangat sulit. Oleh karena
itu, dalam keadaan tersebut menyewa manajer berbakat di bawah ikatan kontrak
karena pendapatan perusahaan akan dipengaruhi oleh peristiwa ekonomi yang tidak
berada di bawah kendali manajerial. Pada keadaan ekstrim lainnya, pemegang
saham dapat memonitor setiap tindakan manajerial, tapi ini akan sangat mahal
dan tidak efisien. Solusi optimal terletak di antara ekstrim, di mana
kompensasi eksekutif terkait dengan kinerja, tetapi beberapa pemantauan juga
dilakukan.
Sebagian besar perusahaan publik
kini memberlakukan kinerja saham, dimana saham yang diberikan kepada eksekutif
berdasarkan kinerja seperti yang didefinisikan oleh tindakan keuangan seperti
laba per saham, imbal hasil aset, imbal hasil ekuitas, dan perubahan harga
saham. Jika kinerja perusahaan berada di atas target kinerja, manajer
perusahaan mendapatkan lebih banyak saham. Jika kinerja di bawah target, mereka
menerima lebih sedikit dari 100 persen saham. Rencana kompensasi insentif
berbasis kinerja seperti saham, dirancang untuk memenuhi dua tujuan. Pertama,
mereka menawarkan insentif eksekutif untuk mengambil tindakan yang akan
meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Kedua, rencana ini membantu
perusahaan menarik dan mempertahankan manajer yang memiliki kepercayaan diri
untuk risiko masa depan keuangan mereka pada kemampuan mereka sendiri yang
harus mengarah pada kinerja yang lebih baik.
Cara lain yang di
gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku opportunistic
manajemen adalah corporate governance. Prinsip-prinsip pokok corporate
governance yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya praktik good
corporate governance adalah transparansi (transparency), akuntabilitas
(accountability), keadilan (fairness), kebebasan (independent) dan
responsibilitas (responsibility). Corporate governance diarahkan untuk
mengurangi asimetri informasi antara principal dan agent yang pada akhirnya
diharapkan dapat meminimalkan tindakan manajemen laba.
(2) Pemegang saham mayoritas dan minoritas
Konflik antara pemegang sahan
mayoritas dan pemegang saham minoritas. Hal ini disebabkan oleh adanya
keputusan bersama antara agen dengan pemegang saham mayoritas yang dapat
menyebabkan pemegang saham minoritas dirugikan.
(3) Pemegang saham dan kreditor.
Konflik antara
pemegang saham dengan kreditur. Kreditur menerima uang dalam jumlah tetap
dari perusahaan (bunga hutang), sedangkan pendapatan pemegang saham bergantung
pada besaran laba perusahaan. Dalam situasi ini, kreditur lebih memperhatikan
kemampuan perusahaan untuk membayar kembali utangnya, dan pemegang saham
lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk memperoleh pengembalian yang
besar adalah melakukan investasi pada proyek yang berisiko. Apabila pelaksanaan
proyek yang berisiko itu berhasil maka kreditur tidak dapat menikmati
keberhasilan tersebut, tetapi apabila proyek mengalami kegagalan, kreditur
mungkin akan menderita kerugian akibat dari ketidakmampuan pemegang saham untuk
memenuhi kewajibannya. Untuk mengantisipasi kemungkinan rugi, maka kreditur
melakukan pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu pembatasan
adalah membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi dalam proyek
baru.
Cara Mengurangi Konflik Keagenan :
a.Meningkatkan Kepemilikan Manajerial
Dengan
peningkatan persentase kepemilikan, manajer termotivasi meningkatkan kinerja
dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham.
b. Kepemilikan Sebagai Agen (monitoring agents) Institusional
Teori
keagenan mengatakan bahwa sulit untuk mempercayai bahwa manajemen (agent) akan
selalu bertindak berdasarkan kepentingan pemegang saham (principal), maka
diperlukan monitoring dari pemegang saham sehingga konflik
keagenan yang terjadi dapat dikurangi (Copeland dan Weston, 1992).
c. Meningkatkan Pendanaan Melalui Hutang
Penambahan
hutang dalam struktur modal mengurangi penggunaan saham sehingga mengurangi
biaya keagenan ekuitas. Perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan
pinjaman dan membayar beban bunga secara periodik. Kondisi ini menyebabkan
manajer bekerja keras untuk meningkatkan laba sehingga dapat memenuhi kewajiban
dari penggunaan hutang. Sebagai konsekuensinya dari kebijakan ini perusahaan
menghadapi biaya keagenan hutang dan resiko kebangkrutan (Crutchley dan Hansen,
1989).
d. Kebijakan Dividen
Dividen
diartikan sebagai pembayaran kepada pemegang saham oleh
perusahaan atas keuntungan yang diperoleh. Dengan
pembayaran dividen pemegang saham melihat bahwa pengelola perusahaan sudah
melakukan tindakan yang sesuai dengan keinginan mereka sehingga akan mengurangi
konflik.
e. Tingkat Risiko
Dalam
kerangka konflik keagenan risiko digunakan dasar untuk menentukan kepemilikan
manajerial, kebijakan utang dan kebijakan dividen tetapi dapat pula dipengaruhi
oleh ketiga kebijakan tersebut. Pada tingkat risiko tinggi perusahaan sulit
mengawasi kondisi eksternal sehingga meningkatkan kepemilikan manajerial
sebagai cara untuk mengawasi kondisi internal. Pada tingkat risiko yang semakin
meningkat, manajer tidak berani untuk menanggung resiko (risk aversion) sehingga
melakukan diversifikasi pada kesempatan investasi yang menguntungkan. Cara ini
menyebabkan manajer memiliki kekuasaan dalam mengambil keputusan dan termotivasi
untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham.
f. Kebijakan Insentif
1). Kompensasi Manajerial
Tujuannya untuk menarik dan mempertahankan manajer yang
cakap dan untuk mengarahkan tindakan manajer agar mendekati kepentingan
pemegang saham, yang terutama berkeinginan memaksimalkan harga saham.
Kompensasi bagi eksekutif senior biasanya memiliki tiga bagian, yakni gaji
tahunan, bonus, opsi untuk membeli saham.
2). Intervensi langsung pemegang saham.
Beberapa tahun yang lalu banyak saham dimiliki oleh
individu, tetapi saat ini sebagian besar dimiliki oleh investor lembaga seperti
perusahaan asuransi, dana pensiun, dan reksadana. Oleh karena itu, manajer
lembaga keuangan memiliki pengaruh, jika mereka memilih untuk menggunakannya,
atas operasi sebagian besar perusahaan seperti mereka dapat memberikan saran
mengenai bagaimana seharusnya perusahaan dijalankan.
3). Ancaman Pengambilalihan.
Pengambilalihan secara paksa terjadi bila saham perusahaan
dinilai terlalu rendah dibanding dengan harga potensialnya karena manajemen
yang buruk.
g. Menggunakan Aliansi dengan Kreditor atau Bentuk
Kerjasama Lainnya Sesuai dengan Kesepakatan Bersama Jika beraliansi,
manajer bisa memperoleh dananya dari pihak kreditor tanpa harus membayar bunga
dan utang, juga pihak kreditor bisa memperoleh pendapatan dari keuntungan (earning
per share atau laba) perusahaan, serta kreditor kemungkinan
menjadi owner. Kelemahan dari aliansi adalah sulit untuk
mencari investor yang ingin bekerjasama dengan pihak perusahaan karena biasanya
investor atau kreditor jarang sekali mau menanggung risiko tapi ingin
mendapatkan keuntungan yang besar.
h. Manajer Memahami Bagaimana Peran-perannya
Peran
manajer adalah Mengambil keputusan keuangan dalam perusahaan antara lain
keputusan pendanaan, investasi, dan pendistribusian keuntungan, dan
mempertimbangkan risiko dari setiap keputusan yang diambil dan return yang
akan diperoleh dari setiap investasi tersebut.
Corporate governance merupakan suatu sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan 12
meningkatkan nilai perusahaan
kepada para pemegang saham
Dampak Teori Agensi pada kinerja entitas secara keseluruhan
Dalam kerangka umum model hubungan
agensi memperlihatkan bahwa manajer melakukan maksimalisasi expected utility
agar dapat mempengaruhi desain kontrak kerja mereka. Pemilik dan manajer secara
bersama dibatasi biaya atas masalah agensi, sehingga memerlukan insentif untuk
mendesain kontrak yang mengurangi secara efesisensi masalah agensi. Pronsipal
dan agen dalam interaksi bisnis tersebut sebenarnya mengarah pada kepentingan
yang sama, yaitu wealth (kekayaan).
Hubungan agensi ini memotivasi
setiap individu untuk memperoleh sasaran yang harmonis, dan menjaga kepentingan
masing-masing antara agen dan prinsipal. Hubungan keagenan ini merupakan
hubungan timbal balik dalam mencapai tujuan dan kepentingan masing-masing pihak
yang secara eksplisit dan sadar memasukkan beberapa penekanan seperti:
· Kebutuhan
principal akan memberikan kepercayaan kepada manajer dengan imbalan atau
kompensasi keuangan
· Budaya
organisasi yang berlaku dalam perusahaan
· Faktor
luar seperti karakteristik industri, pesaing, praktek kompensasi, pasar tenaga
kerja, manajerial dan isu-isu legal.
· Strategi
yang dijalankan perusahaan dalam memenangkan kompetisi global
Ditegaskan oleh Wayys (1992) dalam
Elqorni (2010) bahwa hubungan agensi kaitannya dengan laporan keuangan
perusahaan sangat dipengaruhi oleh kepentingan pasar dan politik.Hubungan
agensi dengan demikian tidak dibangun dengan akar self-interest (kepentingan
pribadi), tetapi dengan cinta. Cinta akan tetap memberi kemanfaatan materi,
saling berbagi dan kebermaknaan hidup. Mudahnya, bila konsep kekayaan hanya
dipandangsebagai bentuk trilogi, maka ada proses trust yang masuk dalam
mekanisme hubungan, trust yang didasari oleh cinta dan saling berbagi.
Dalam rangka memotivasi para manajer dan pemegang saham agar
berperilaku dalam sikap yang memajukan tujuan perusahaan, Burdett dalam Elqorni
(2010) dapat memberikan rekomendasi kepada dewan direksi, yaitu:
· Penilaian
terhadap kinerja manajer dibuat dengan kontrak yang jelas sehingga memotivasi
agen bekerja dengan kepentingan terbaik principal
· Principal
memberikan pilihan rencana insentif jangka pendek dan jangka panjang dan agen
diberikan keleluasaan dengan batasan yang menguntungkan kepentingan para
pemegang saham.
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya
konflik tersebut, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya:
1. Penyusunan
standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa, baik untuk
jabatan fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap
strategis dan kritis. Hal ini harus diiringi dengan sosialisasi dan
implementasi (enforcement) tanpa adanya pengecualian yang tidak masuk akal
2. Diadakan
tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil
dan terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama
dan adil untuk terpilih. Terpilih artinya walaupu pejabat lain diatasnya tidak
berkenan dengan orang tersebut, tetapi karena ia yang terbaik maka tidak ada
alasan logis untuk menolaknya ataupun memilih yang orang lain. Disinilah peran
profesionalisme dikedepankan.
3. Akuntabilitas
dan transparansi setiap proses bisnis dalam organisasi agar memungkinkan
monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang dilakukan oknum-oknum
dapat diketahui dan diberikan sangsi tanpa kompromi.
Sebagai pengguna smartphone android pastinya anda akan selalu ketagihan dengan fitur-fitur aplikasi maupun game yang tersedia di Google Play Store. Banyaknya aplikasi yang tersedia membuat penggunanya ingin selalu mengunduh semua yang disajikan di Play Store Cara Menambahkan Metode Pembayaran DANA di Play Store Ufa Bunga SMartphone
ReplyDelete