BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini banyak lembaga keuangan syariah yang
berkembang dengan pesat dan menawarkan produk-produknya yang bermacam-macam
pada masyarakat. Namun kebanyakan masyarakat belum mengetahui produk-produk
yang di tawarkan oleh bank yang berbasis syariah ini. Untuk itu, dalam makalah
ini penulis akan membahas salah satu produk yang ada dalam lembaga keuangan
syariah. Produk yang akan diulas dalam makalah ini adalah murabahah.
Sebagai seorang muslim, kita harus mengetahui jual beli yang di perbolehkan dalam
syariah islam agar harta yang dimiliki halal dan baik. Seperti yang kita
ketahui, jual beli adalah salah satu aspek dalam muamalah, dengan kaidah dasar
semua boleh kecuali yang di larang. Apabila belum mengetahui apa saja yang di
bolehkan dalam syariah, atau belum mengetahui suatu ilmu maka wajib
untuk mencari tahu hal tersebut.
Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli
barang yang di kembangkan oleh perbankan syariah. Dalam perbankan syariah,
murabahah mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank
Islam. Murabahah juga memberi banyak manfaat kepada Bank islam/Bank syariah,
salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncuk dari selisih
harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Murabahah
Kata al-Murabahah diambil dari
bahasa Arab dari kata ar-ribhu (الرِبْحُ) yang berarti
kelebihan dan tambahan (keuntungan), atau murabahah juga berarti Al-Irbaah karena
salah satu dari dua orang yang bertransaksi memberikan keuntungan kepada yang
lainnya (Ibnu Al-Mandzur., hal. 443.). sedangkan secara istilah, Bai’ul
murabahah adalah:
بَيْعٌ بِمِثلِ الثمَنِ
الأوَّلِ مَعَ زِيَادَةِ رِبْحٍ مَعلُوْمٍ
Yaitu jual beli dengan harga awal disertai
dengan tambahan keuntungan (Azzuhaili, 1997., hal. 3765). Definisi ini adalah
definisi yang disepakati oleh para ahli fiqh, walaupun ungkapan yang digunakan
berbeda-beda. (Asshawy, 1990., hal.198.)
Menurut Para ahli hukum Islam
mendefinisikan bai’ al-murabahah sebagai berikut :
- ‘Abd ar-Rahman al-Jaziri mendefinisikan bai’
al-murabahah sebagai menjual barang dengan harga pokok beserta
keuntungan dengan syarat-syarat tertentu.
- Menurut Wahbah az-Zuhaili adalah jual-beli dengan harga
pertama (pokok) beserta tambahan keuntungan.
- Ibn Rusyd --filosof dan ahli hukum Maliki--
mendefinisikannya sebagai jual-beli di mana penjual menjelaskan kepada
pembeli harga pokok barang yang dibelinya dan meminta suatu margin
keuntungan kepada pembeli.
- Ibn Qudamah --ahli hukum Hambali-- mengatakan bahwa
arti jual-beli murabahah adalah jual-beli dengan harga
pokok ditambah margin keuntungan.
Dengan kata lain, jual-beli murabahah adalah
suatu bentuk jual-beli di mana penjual memberi tahu kepada pembeli tentang
harga pokok (modal) barang dan pembeli membelinya berdasarkan harga pokok
tersebut kemudian memberikan margin keuntungan kepada penjual sesuai
dengan kesepakatan. Tentang “keuntungan yang disepakati”, penjual harus
memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah
keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.
B. Jenis Akad Murabahah
Ada dua jenis akad murabahah, yaitu:
1. Murabahah dengan pesanan
(murabaha to the purchase order)
Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan
pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan
dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang
di pesannya. Kalau bersifat mengikat, berarti pembeli harus membeli barang yang
dipesannya dan tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset murabahah yang
telah dibeli oleh penjual, dalam murabahah pesanan mengikat, mengalami
penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut
menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad.
2. Murabahah tanpa pesanan ;
murabahah jenis ini bersifat tidak mengikat
- Bank Islam mendapatkan keuntungan yang pantas dari
pembiayaan murabahah.
- Beberapa bank Islam memiliki pengalaman untuk membeli
produk tertentu.
- Untuk klien, bank Islam mendanai pembelian produk
kemudian pembeli (klien) akan membayar dalam jangka waktu tertentu sesuai
dengan kesepakatan.
- Pembiayaan murabahah memberikan alternatif
jual-beli bebas riba sebagai perbandingan dalam sistem perbankan
konvensional.
D. Dasar Hukum Mengenai Murabahah
a. Al-Qur’an
يَا اَيُهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا لاَ تَأْ كُلُوا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ
بِالْبَاطِلِ إِلاَ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
.....(النساء/٤:٢٩)
"Hai orang-orang yang
beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali
dengna jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara
kamu..." (An-Nisa/4: 29)
...وَاَحَلَ الله ُالْبَيْعَ وَحَرَمَ الرِّباَ... (البقرة/٢:٢٧٥)
“...Dan
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (Al Baqarah/2:
275)
b. Al-Hadits
عَنْ سُهَيْبٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ أَنَّ النبَِّيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلََّمَ قَالَ : ثَلاَثَ
فِيْهِنَّ اْلبَرْكَةُ : اَلْبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ وَاْلمُقَارَضَةُ وَخَلْطُ
الْبُرِّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ (رواه ابن ما جه)
Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Tiga
hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan
untuk dijual.” (HR Ibnu Majah dengan sanad dhaif)
I.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam: “Pendapatan
yang paling afdhal (utama) adalah hasil karya tangan seseorang
dan jual beli yang mabrur”. (HR. Ahmad Al Bazzar Ath Thabrani).
II. Hadits
dari riwayat Ibnu Majah, dari Syuaib:
أَنَّ النَّبِي صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ البَرَكَة: البَيْعُ إِلىَ أَجَلٍ, وَالمُقـَارَضَة, وَ خَلْطُ
البُرّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لاَ لِلْبَيْعِ. (رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه)
”Tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkahan: menjual dengan
pembayaran secara tangguh, muqaradhah (nama lain dari mudharabah),
dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan tidak untuk
dijual” (HR. Ibnu Majah).
III.
Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam akan hijrah,
Abu Bakar Radhiyallahu 'Anhu, membeli dua ekor keledai, lalu
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam berkata kepadanya,
"jual kepada saya salah satunya", Abu Bakar Radhiyallahu
'Anhu menjawab, "salah satunya jadi milik anda tanpa ada
kompensasi apapun", Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam bersabda,
"kalau tanpa ada harga saya tidak mau".
IV.
Sebuah riwayat dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'Anhu, menyebutkan
bahwa boleh melakukan jual beli dengan mengambil keuntungan satu dirham atau
dua dirham untuk setiap sepuluh dirham harga pokok (Azzuhaili, 1997, hal 3766).
V.
Selain itu, transaksi dengan menggunakan akad jual beli murabahah ini
sudah menjadi kebutuhan yang mendesak dalam kehidupan. Banyak manfaat yang
dihasilkan, baik bagi yang berprofesi sebagai pedagang maupun bukan.
c Al-Ijma
Transaksi ini sudah dipraktekkan di berbagai
kurun dan tempat tanpa ada yang mengingkarinya, ini berarti para ulama
menyetujuinya (Ash-Shawy, 1990., hal. 200.).
d Kaidah Fiqh, yang
menyatakan:
الأَصْلُ فِِى المُعَامَلاَتِ الإِبَاحَة ُ إِلا َّ أَنْ يَدُلَّ
دَلِيْلٌ عَلىَ تَحْرِيْمِهَا
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.”
f. Ketentuan
hukum dalam FATWA DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah ini adalah
sebagai berikut :
Pertama : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad
murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan
oleh syari’ah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga
pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah
atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang
berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada
nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya.
Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada
nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah
disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau
kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan
nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah
untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus
dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Kedua : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah:
1. Nasabah mengajukan permohonan dan janji
pembelian suatu barang atau aset kepada bank.
2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia
harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada
nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah
disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian kedua
belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta
nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan.
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang
tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian
yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya
kepada nasabah.
7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai
alternatif dari uang muka, maka
a. Jika nasabah memutuskan untuk
membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.
b. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi
milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank
akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib
melunasi kekurangannya.
Ketiga : Jaminan dalam Murabahah
1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar
nasabah serius dengan pesanannya.
2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan
jaminan yang dapat dipegang.
Keempat : Utang dalam Murabahah:
1. Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah
dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang
dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah
menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap
berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank.
2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum
masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan
kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal.
Ia tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu
diperhitungkan.
Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah:
1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan
menunda penyelesaian utangnya.
2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan
sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Keenam : Bangkrut dalam Murabahah:
1. Jika nasabah telah
dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan
utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
E.
Rukun dan Ketentuan Akad Murabahah
Rukun dan Ketentuan Murabahah, yaitu:
1. Pelaku
Pelaku cakap hukum dan baligh (berakal dan dapat membedakan),
sehingga jual beli dengan orang gila menjadi tidak sah sedangkan jual beli
dengan anak kecil dianggap sah, apabila seizin walinya.
2. Objek Jual Beli, harus
memenuhi:
a. Barang yang diperjualbelikan
adalah barang halal
Maka semua barang yang diharamkan oleh Allah, tidak dapat di
jadikan sebagai objek jual beli, kareana barang tersebut dapat menyebabkan
manusia bermaksiat/melanggar larangan Allah. Hal ini sesuai dengan hadis
berikut:
“Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu juga mengharamkan
harganya.” (HR. Bukhari Muslim)
b. Barang yang
diperjualbelikan harus dapat diambil manfaatnya atau memiliki nilai, dan bukan
merupakan barang-barang yabg dilarang di perjualbelikan, misalnya: jual beli
barang yang kadaluwarsa.
c. Barang tersebut dimiliki
oleh penjual
Jual beli atas barang yang tidak di mkiliki oleh penjual adalah
tidak sah karena bagaimana mungkin ia dapat menyerahkan kepemilikan barang
kepada orang lain atas barang yang bukan miliknya. Jual beli oleh bukan pemilik
barang seperti ini, baru akan sah apabila mendapat izin dari pemilik barang.
Misalnya: seorang suami menjual harta milik istrinya, sepanjang si
istri mengizinkan maka sah akadnya. Contoh lain, jual beli barang curian adalah
tidak sah karena status kepemilikan barang tersebut tetap pada si pemilik
harta.
d. Barang tersebut hanya di serahkan
tanpa tergantung dengan kejadian tertentu di masa depan. Bartang yang tidak
jelas waktu penyerahannya adalah tidak sah, karena dapat menimbulkan
ketidakpastian (gharar), yang pada gilirannya dapat merugikan salah satu pihak
yang bertransaksi dan dapat menimbulkan pearsengketaan. Misalnya: saya jual
mobil avanzaku yang hilang dengan harga Rp. 40.000.000 si pembeli berharap
mobil itu akan ditemukan. Demikian juga jual beli atas barang yang sedang di
gadaikan atau telah diwakafkan.
e. Barang tersebut harus
diketahui secara spesifik dan dapat diidentifikasikan oleh pembeli sehingga
tidak ada gharar (ketidakpastian).
f. Barang tersebut dapat
diketahui kuantitas dan kualitasnsysa dengan jelas, sehingga tidak ada gharar.
g. Harga barang tersebut
jelas.
Harga atas barang yang diperjualbelikan diketahui oleh pembeli dan
penjual berikut cara pembayarannya tunai atau tangguh(tidak tunai) sehingga
jelas.
h. Barang yang diakadkan ada
di tangan penjual.
3. Ijab kabul
Pernyataan
dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan
secara verbal, tertulis, atau menggunakan cara-cara komunikasi modern. Apabila
jual beli telah dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah maka kepemilikannya,
pembayarannya dan pemanfaatan atas barang yang diperjualbelikan menjadi
halal. Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari jual beli
kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak dapat dilihat dari ijab dan qabul yang
dilangsungkan. Untuk itu, para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan qabul itu
adalah sebagai berikut:
a. Qabul
sesuai dengan ijab. Misalnya, penjual mengatakan: "Saya jual buku ini
seharga Rp. 15.000,-".
b. Ijab dan qabul
itu dilakukan dalam satu majelis. Artinya kedua belah pihak yang melakukan jual
beli hadir dan membicarakan topik yang sama.
Selain itu ada beberapa syarat-syarat sahnya
jual beli murabahah adalah sebagai berikut:
a) Mengetahui
Harga pokok
Harga beli awal (harga pokok) harus diketahui
oleh pembeli kedua, karena mengetahui harga merupakan salah satu syarat sahnya
jual beli yang menggunakan prinsip murabahah. Mengetahui harga
merupakan syarat sahnya akad jual beli, dan mayoritas ahli fiqh menekankan
pentingnya syarat ini. Bila harga pokok tidak diketahui oleh pembeli maka akad
jual beli menjadi fasid (tidak sah) (Al-Kasany, hal.3193).
Pada praktek perbankan syariah, Bank dapat menunjukkan bukti pembelian obyek
jual beli murabahah kepada nasabah, sehingga dengan bukti
pembelian tersebut nasabah mengetahui harga pokok Bank.
b) Mengetahui Keuntungan
Keuntungan seharusnya juga diketahui karena
ia merupakan bagian dari harga. Keuntungan atau dalam praktek perbankan syariah
sering disebut dengan margin murabahah dapat dimusyawarahkan
antara bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, sehingga kedua belah
pihak, terutama nasabah dapat mengetahui keuntungan bank.
c) Harga pokok
dapat dihitung dan diukur
Harga pokok harus dapat diukur, baik
menggunakan takaran, timbangan ataupun hitungan. Ini merupakan syarat murabahah.
Harga bisa menggunakan ukuran awal, ataupun dengan ukuran yang berbeda, yang
penting bisa diukur dan di ketahui.
d)
Jual beli murabahah tidak bercampur dengan transaksi yang
mengandung riba.
e)
Akad jual beli pertama harus sah. Bila akad pertama tidak sah maka jual
beli murabahah tidak boleh dilaksanakan. Karena murabahah adalah
jual beli dengan harga pokok ditambah keuntungan, kalau jual beli pertama tidak
sah maka jual beli murabahah selanjutnya juga tidak sah
(Azzuhaily, hal. 3767-3770).
F. Murabahah dalam Teknis
Perbankan
1. Murabahah
adalah akad jaul-beli antara lembaga keuangan dan nasabah atas suatu jenis
barang tertentu dengan harga yang disepakati bersama. Lembaga keuangan akan
mengadakan barang yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah dengan harga
setelah ditambah keuntungan yang disepakati.
- Guna memastikan keseriusannya untuk membeli, bank dapat
mensyaratkan nasabah agar terlebih dahulu membayar uang muka.
- Nasabah membayar kepada bank atas harga barang tersebut
(setelah dikurangi uang muka) secara angsuran selama jangka waktu yang
disepakati, dengan memerhatikan kemampuan mengangsur ataupun arus kas
usahanya. Pembayaran secara angsuran ini dikenal dengan istilah bai’
bitsaman ajil (BBA)
- Baik harga jual maupun besar angsuran yang telah
disepakati tidak berubah hingga akad pembiayaan berakhir.
- Tidak ada denda atas keterlambatan pembayaran angsuran
(penalty overdue)
- Jaminan bukanlah satu rukun atau syarat yang mutlak
dipenuhi dalam bai’ murabahah. Jaminan dimaksudkan untuk
menjaga agar si pemesan tidak main-main dengan pesanan. Si pembeli (bank)
dapat meminta si pemesan (nasabah) suatu jaminan (rahn) untuk
dipegangnya. Dalam teknis operasionalnya, barang-barang yang dipesan dapat
menjadi salah satu jaminan yang bisa diterima untuk pembayaran utang.
G. Syarat-Syarat Pembiayaan Murabahah
Menurut perspektif Islam, pembiayaan murabahah adalah bentuk penjualan karena itu kondisi
murabahah sama dengan penjualan pada umumnya yang meliputi :
1. Bank Islam memberitahu
biaya modal kepada nasabah.
2. Kontrak pertama harus syah.
3. Kontrak harus bebas dari
unsur riba.
4. Bank Islam harus memiliki
dan menguasai barang komoditi tersebut sebelum menjualnya ke klien.
5. Komoditi yang
diperjual-belikan harus halal.
6. Bank Islam seharusnya
mengungkapkan setiap cacat yang terjadi setelah pembelian atas produk dan
membuka semua hal yang berhubungan dengan cacat.
7. Bank Islam harus membuka
semua ukuran yang berlaku bagi harga pembelian, misalnya jika pembelian
dilakukan secara hutang.
8. Jika syarat dalam 1, 6 atau
7 tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan: melanjutkan pembelian seperti apa
adanya, kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atau membatalkan
kontrak.
9. Prosedur Pembiayaan
Murabahah
H. Prosedur Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan murabahah dalam bank Islam harus mengikuti prosedur
sebagai berikut (Al Khadas, 1999, 11):
1. Klien meminta bank melalui
form tertulis untuk membeli produk tertentu, dimana klien akan membeli melalui
murabahah. Form tersebut berisi tentang spesifikasi produk yang diminta,
persyaratan dokumen, total nilai produk, informasi tentang klien, pembagian
laba dan sumber penawaran produk.
2. Bank Islam mempelajari form
surat permohonan klien dari segala aspek yang meliputi
: a. Mempelajari posisi klien, seperti jenis bisnis klien, situasi
kredit dan likuiditasnya. b. Mempelajari produk dari segi
ekonomi, gambaran situasi umum pasar, yaitu jumlah penawaran dan permintaan
produk. c. Mempelajari metode penawaran pembelian, seperti biaya
operasi pembiayaan murabahah, jangka waktu perjanjian, laba pembiayaan dan pembayaran
angsuran pinjaman. d. Meminta jaminan untuk melindungi hak bank dalam
mendapatkan kembali uangnya sesuai dengan waktu perjanjian.
3. Setelah memeriksa dan
mengesahkan pembiayaan murabahah, bank meminta pembeli untuk menandatangani
kontrak perjanjian. Pada tahap ini, biaya operasi pembiayaan murabahah dan
penentuan pembagian laba didiskusikan dan disepakati. Disamping itu bank
Islam meminta pembeli untuk membayar angsuran pertama harga murabahah. Bentuk
paling umum kontrak pembelian bank Islam disini adalah pernyataan oleh klien
bahwa klien akan menyelesaikan perjanjian pembeliannya ketika diberitahukan
oleh bank bahwa produk telah tersedia.
4. Setelah bank Islam membeli
produk, kemudian bank Islam dan pembeli menandatangani kontrak penjualan
murabahah. Pada kontrak tersebut, biaya operasi yang sesungguhnya pembiayaan
murabahah dan keuntungan yang diperoleh bank harus diketahui.
5. Pembeli menerima produk.
I. Pembatalan Mudharabah
Akad mudharabah menjadi batal apabila ada perkara-perkara sebagai
berikut:
1. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat Mudharabah .
Jika salah satu syarat mudharabah tidak terpenuhi , sedangkan modal sudah
dipegang oleh pengelola dan sudah diperdagangkan, maka pengelola mendapatkan
sebagian keuntungannya sebagai upah, karena tindakannya atas izin pemilik modal
dan ia melakukan tugas berhak menerima upah. Jika terdapat keuntungan, maka
keuntungan tersebut untuk pemilik modal. Jika ada kerugian, kerugian tersebut
menjadi tanggung jawab pemilik modal karena pengelola adalah sebagai buruh yang
hanya berhak menerima upah dan tidak bertanggung jawab sesuatu apa pun, kecuali
atas kelalaiannya.
2. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai
pengelola modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan
tujuan akad. Dalam keadaan seperti ini pengelola modal bertanggng jawab jika
terjadi kerugian karena dialah penyebab kerugian.
3. Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia atau salah
seorang pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi batal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa Murabahah merupakan transaksi
penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli. Terdapat 2 Jenis Murabahah yaitu Murabahah
dengan pesanan dan Murabahah tanpa pesanan. Selain itu terdapat rukun dan
ketentuan dalam akad murabahah yaitu Pelaku, objek jual beli, dan ijab kabul.
Dan ada cara pembayaran dalam murabahah yaitu secara tunai dan tangguh. Adapun
Syarat-sayarat pembiayaan murabahah yaitu Bank Islam/LKS harus memberitahu
biaya modal kepada nasabah, kontrak pertama harus syah sesuai dengan rukun yang
di tetapkan, kontrak harus bebas dari unsur riba, Bank Islam/LKS harus memiliki
dan menguasai barang komoditi tersebut sebelum menjual ke klien, Komoditi yang
diperjual belikan harus halal, Bank islam/LKS harus mengungkapkan setiap cacat
yang terjadi setelah pembelian atas produk,, Bank Islam juga harus membuka
ukuran yang berlaku bagi harga pembelian, dan melakukan prosedur pembiayaan
murabahah dengan benar. Dalam perbankan syariah, murabahah mendominasi
pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank Islam. Murabahah juga
memberi banyak manfaat kepada Bank islam/Bank syariah, salah satunya
adalah adanya keuntungan yang muncuk dari selisih harga beli dari
penjual dengan harga jual kepada nasabah.
Comments
Post a Comment