Pernyataan
Standar Pemeriksaan ini mengatur standar umum untuk melaksanakan pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan
tertentu. Standar umum ini berkaitan dengan ketentuan mendasar untuk menjamin
kredibilitas hasil pemeriksaan. Kredibilitas sangat diperlukan oleh semua
organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan yang diandalkan oleh para
pejabat entitas dan pengguna hasil pemeriksaan lainnya dalam mengambil
keputusan, dan merupakan hal yang diharapkan oleh publik dari informasi yang
disajikan oleh pemeriksa.
Standar
umum ini berkaitan dengan persyaratan kemampuan/keahlian pemeriksa,
independensi organisasi pemeriksa dan pemeriksa secara individual, pelaksanaan
kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam pelaksanaan dan pelaporan
hasil pemeriksaan,serta pengendalian mutu hasil pemeriksaan.
Standar
umum ini memberikan kerangka dasar untuk dapat menerapkan standar pelaksanaan
dan standar pelaporan secara efektif yang dijelaskan pada pernyataan standar
berikutnya. Dengan demikian, standar umum ini harus diikuti oleh semua
pemeriksa dan organisasi pemeriksa yang melakukan pemeriksaan berdasarkan
Standar Pemeriksaan.
1. PERSYARATAN
KEMAMPUAN/KEAHLIAN
Pernyataan standar umum
pertama adalah:
“Pemeriksa secara kolektif
harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untukmelaksanakan tugas
pemeriksaan”.
Dengan
Pernyataan Standar Pemeriksaan ini semua organisasi pemeriksa bertanggung jawab
untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan dilaksanakan oleh para pemeriksa yang
secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan
untuk melaksanakan tugas tersebut. Oleh karena itu, organisasi pemeriksa
harus memiliki prosedur rekrutmen, pengangkatan, pengembangan berkelanjutan,
dan evaluasi atas pemeriksa untuk membantu organisasi pemeriksa dalam
mempertahankan pemeriksa yang memiliki kompetensi yang memadai. Sifat,
luas dan formalitas dari proses tersebut akan tergantung pada berbagai faktor
seperti jenis pemeriksaan, struktur dan besarnya organisasi
pemeriksa.Persyaratan kemampuan tersebut berlaku bagi organisasi pemeriksa
secara keseluruhan, dan tidak dengan sendirinya harus berlaku bagi
pemeriksa secara individu.
Suatu
organisasi pemeriksa dapat menggunakan pemeriksanya sendiri atau pihak
luar yang memiliki pengetahuan, keahlian, atau pengalaman di bidang
tertentu, seperti akuntansi statistik, hukum, teknik, disain dan metodologi
pemeriksaan, teknologi informasi, administrasi negara, ilmu ekonomi,
ilmu sosial, atau ilmu aktuaria.
Persyaratan Pendidikan
Berkelanjutan
Pemeriksa
yang melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan harus memelihara
kompetensinya melalui pendidikan profesional berkelanjutan. Oleh karena
itu, setiap pemeriksa yangmelaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan,
setiap 2 tahun harus menyelesaikan paling tidak 80 jam pendidikan yang secara
langsungmeningkatkan kecakapan profesional pemeriksa untuk melaksanakan
pemeriksaan. Sedikitnya 24 jam dari 80 jam pendidikan tersebut harus
dalam hal yang berhubungan langsung dengan pemeriksaan atas pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara di lingkungan pemerintah atau lingkungan
yang khusus dan unik di mana entitas yang diperiksa beroperasi. Sedikitnya 20
jam dari 80 jam tersebut harus diselesaikan dalam 1 tahun dari periode 2
tahun.Organisasi pemeriksa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pemeriksa
memenuhi persyaratan pendidikan berkelanjutan tersebut dan harus
menyelenggarakan dokumentasi tentang pendidikan yang sudah diselesaikan.
Pendidikan
profesional berkelanjutan dimaksud dapat mencakup topik, seperti: perkembangan
mutakhir dalam metodologi dan standar pemeriksaan, prinsip akuntansi, penilaian
atas pengendalian intern, prinsip manajemen atau supervisi, pemeriksaan atas
sistem informasi, sampling pemeriksaan, analisis laporan keuangan, manajemen
keuangan, statistik, disain evaluasi, dan analisis data. Pendidikan dimaksud
dapat juga mencakup topik tentang pekerjaan pemeriksaan di lapangan, seperti
administrasi negara, struktur dan kebijakan pemerintah, teknik industri,
keuangan, ilmu ekonomi, ilmu sosial, dan teknologi informasi.
Tenaga
ahli intern dan ekstern yang membantu pelaksanaan tugas pemeriksaan
menurut Standar Pemeriksaan harus memiliki kualifikasi atau sertifikasi yang
diperlukan dan berkewajiban untuk memelihara kompetensi profesional dalam
bidang keahlian mereka, tetapi tidak diharuskan untuk memenuhi persyaratan
pendidikan berkelanjutan di atas. Akan tetapi, pemeriksa yang menggunakan
hasil pekerjaan tenaga ahli intern dan ekstern harus yakin bahwa tenaga ahli
tersebut memenuhi kualifikasi dalam bidang keahlian mereka dan harus
mendokumentasikan keyakinan tersebut.
Persyaratan Kemampuan/Keahlian
Pemeriksa
Pemeriksa yang ditugasi untuk
melaksanakan pemeriksaan menurutStandar Pemeriksaan harus secara kolektif
memiliki:
a. Pengetahuan
tentang Standar Pemeriksaan yang dapat diterapkan terhadap jenis pemeriksaan
yang ditugaskan serta memiliki latar belakang pendidikan, keahlian dan
pengalaman untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam pemeriksaan yang dilaksanakan.
b. Pengetahuan
umum tentang lingkungan entitas, program, dan kegiatan yang diperiksa (obyek
pemeriksaan).
c. Keterampilan
berkomunikasi secara jelas dan efektif, baik secara lisan maupun tulisan.
d. Keterampilan
yang memadai untuk pemeriksaan yang dilaksanakan, misalnya:
· Apabila
pemeriksaan dimaksud memerlukan penggunaan sampling statistik, maka dalam tim
pemeriksa harus ada pemeriksa yang mempunyai keterampilan di bidang
sampling statistik.
· Apabila
pemeriksaan memerlukan reviu yang luas terhadap suatu sistem informasi, maka
dalam tim pemeriksa harus ada pemeriksa yang mempunyai keahlian di bidang
pemeriksaan atas teknologi informasi.
· Apabila
pemeriksaan meliputi reviu atas data teknik yang rumit, maka tim pemeriksa
perlu melibatkan tenaga ahli di bidang tersebut.
· Apabila
pemeriksaan menggunakan metode pemeriksaan yang sangat khusus seperti
penggunaan instrumen pengukuran yang sangat rumit, estimasi aktuaria atau
pengujian analisis statistik, maka tim pemeriksa perlu melibatkan tenaga ahli
di bidang tersebut.Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan keuangan
harus memiliki keahlian di bidang akuntansi dan auditing, serta memahami
prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berkaitan dengan entitas yang
diperiksa. Pemeriksa yang ditugaskan untuk melaksanakan
pemeriksaan keuangan secara kolektif harus memiliki keahlian yang
dibutuhkan serta memiliki sertifikasi keahlian yang berterima
umum. Pemeriksa yang berperan sebagai penanggung jawab pemeriksaan keuangan
harus memiliki sertifikasi keahlian yang diakui secara profesional.
2. INDEPENDENSI
Pernyataan standar umum kedua
adalah:
“Dalam semua hal
yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa
danpemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan
pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi
Independensi”.
Dengan
pernyataan standar umum kedua ini, organisasi pemeriksa dan para
pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya
sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi
dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak
memihak oleh pihak manapun. Pemeriksa harus menghindar dari situasi yang
menyebabkan pihak ketiga yang mengetahui fakta dan keadaan yang relevan
menyimpulkan bahwa pemeriksa tidak dapat mempertahankan independensinya
sehingga tidak mampu memberikan penilaian yang obyektif dan tidak memihak
terhadap semua hal yang terkait dalam pelaksanaan dan pelaporan hasil
pemeriksaan.
Pemeriksa
perlu mempertimbangkan tiga macam gangguan terhadap independensi, yaitu
gangguan pribadi, ekstern, dan atau organisasi. Apabila satu atau lebih dari
gangguan independensi tersebut mempengaruhi kemampuan pemeriksa secara individu
dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya, maka pemeriksa tersebut harus menolak
penugasan pemeriksaan. Dalam keadaan pemeriksa yang karena suatu hal tidak dapa
menolak penugasan pemeriksaan, gangguan dimaksud harus dimuat dalambagian
lingkup pada laporan hasil pemeriksaan.
Dalam
menggunakan tenaga ahli, pemeriksa harus memperlakukan tenaga ahli tersebut
seperti anggota tim pemeriksaan sehingga perlu menilai kemampuan tenaga ahli
tersebut untuk melaksanakan sebagian pekerjaan pemeriksaan dan melaporkan
hasilnya secara tidak memihak. Dalam melakukan penilaian ini, pemeriksa harus
memberlakukan ketentuan independensi menurut Standar Pemeriksaan kepada tenaga
ahli dan memperoleh representasi dari tenaga ahli tersebut mengenai
independensi tenaga ahli. Apabila tenaga ahli memiliki gangguan terhada
independensi, pemeriksa tidak boleh menggunakan hasil pekerjaan tenga ahli
tersebut.
Gangguan Pribadi
Organisasi
pemeriksa harus memiliki sistem pengendalian mutu intern untuk membantu
menentukan apakah pemeriksa memiliki gangguan pribadi terhadap independensi.
Organisasi pemeriksa perlu memperhatikan gangguan pribadi terhadap independensi
petugas pemeriksanya. Gangguan pribadi yang disebabkan oleh suatu hubungan dan
pandangan pribadi mungkin mengakibatkan pemeriksa membatasi lingkup pertanyaan
dan pengungkapan atau melemahkan temuan dalam segala bentuknya.
Pemeriksa
bertanggung jawab untuk memberitahukan kepada pejabat yang berwenang dalam
organisasi pemeriksanya apabila memiliki gangguan pribadi terhadap independensi.
Gangguan pribadi dari pemeriksa secara individu meliputi
antara lain:
a. Memiliki
hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, atau semenda sampai dengan derajat
kedua dengan jajaran manajemen entitas atau program yang diperiksa atau sebagai
pegawai dari entitas yang diperiksa, dalam posisi yang dapat memberikan
pengaruh langsung dan signifikan terhadap entitas atau program yang diperiksa.
b. Memiliki
kepentingan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung pada entitas
atau program yang diperiksa.
c. Pernah
bekerja atau memberikan jasa kepada entitas atau program yang diperiksa dalam
kurun waktu dua tahun terakhir.
d. Mempunyai
hubungan kerjasama dengan entitas atau program yang diperiksa.
e. Terlibat
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan obyek pemeriksaan,
seperti memberikan asistensi, jasa konsultasi, pengembangan sistem,
menyusun dan/atau mereviu laporan keuanganentitas atau program yang diperiksa.
f. Adanya
prasangka terhadap perorangan, kelompok, organisasi atau tujuan suatu program,
yang dapat membuat pelaksanaan pemeriksaan menjadi berat sebelah.
g. Pada
masa sebelumnya mempunyai tanggung jawab dalam pengambilan keputusan atau
pengelolaan suatu entitas, yang berdampak pada pelaksanaan kegiatan atau
program entitas yang sedang berjalan atau sedang diperiksa.
h. Memiliki
tanggung jawab untuk mengatur suatu entitas atau kapasitas yang dapat
mempengaruhi keputusan entitas atau program yang diperiksa, misalnya sebagai
seorang direktur, pejabat atau posisi senior lainnya dari entitas, aktivitas
atau program yang diperiksa atau sebagai anggota manajemen dalam setiap
pengambilan keputusan, pengawasan atau fungsi monitoring terhadap entitas,
aktivitas atau program yang diperiksa.
i. Adanya
kecenderungan untuk memihak, karena keyakinan politik atau sosial, sebagai
akibat hubungan antar pegawai, kesetiaan kelompok, organisasi atau tingkat
pemerintahan tertentu.
j. Pelaksanaan
pemeriksaan oleh seorang pemeriksa, yang sebelumnya pernah sebagai pejabat yang
menyetujui faktur, daftar gaji, klaim, dan pembayaran yang diusulkan oleh suatu
entitas atau program yang diperiksa.
k. Pelaksanaan
pemeriksaan oleh seorang pemeriksa, yang sebelumnya pernah menyelenggarakan
catatan akuntansi resmi atas entitas/unit kerja atau program yang diperiksa.
Mencari pekerjaan pada entitas yang diperiksa selama pelaksanaan pemeriksaan.
Organisasi
pemeriksa dan pemeriksanya mungkin menghadapi berbagai keadaan yang dapat
menimbulkan gangguan pribadi. Oleh karena itu organisasi pemeriksa
harus mempunyai sistem pengendalian mutu intern yang dapat mengidentifikasi
gangguan pribadi dan memastikan kepatuhannya terhadap ketentuan independensi
yang diatur dalam Standar Pemeriksaan. Untuk itu, organisasi pemeriksa antara
lain harus:
a. Menetapkan
kebijakan dan prosedur untuk dapat mengidentifikasi gangguan pribadi terhadap
independensi, termasuk mempertimbangkanpengaruh kegiatan non pemeriksaan
terhadap hal pokok pemeriksaan dan menetapkan pengamanan untuk dapat mengurangi
risiko tersebut terhadap hasil pemeriksaan.
b. Mengkomunikasikan
kebijakan dan prosedur organisasi pemeriksa kepada semua pemeriksanya dan
menjamin agar ketentuan tersebut dipahami melalui pelatihan atau cara lainnya.
c. Menetapkan
kebijakan dan prosedur intern untuk memonitor kepatuhan terhadap kebijakan dan
prosedur organisasi pemeriksa.
d. Menetapkan
suatu mekanisme disiplin untuk meningkatkan kepatuhan terhadap kebijakan dan
prosedur organisasi pemeriksa.
e. Menekankan
pentingnya independensi. Apabila organisasi pemeriksa mengidentifikasi adanya
gangguan pribadi terhadap independensi, gangguan tersebut harus diselesaikan
secepatnya. Dalam hal gangguan pribadi tersebut hanya melibatkan seorang
pemeriksa dalam suatu pemeriksaan, organisasi pemeriksa dapat menghilangkan
gangguan tersebut dengan meminta pemeriksa menghilangkan gangguan tersebut.
Misalnya, pemeriksa dapat diminta melepas keterkaitan dengan entitas yang
diperiksa yang dapat mengakibatkan gangguan pribadi, atau organisasi pemeriksa
dapat tidak mengikutsertakan pemeriksa tersebut dari penugasan pemeriksaan yang
terkait dengan entitas tersebut. Dalam hal pemeriksa tidak dapat mundur dari
pemeriksaan, mereka harus mengikuti ketentuan dalam paragraf 17.Dalam hal suatu
organisasi pemeriksa melakukan kegiatan non pemeriksaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka organisasi pemeriksa tersebut
harus mempertimbangkan pengaruh kegiatan tersebut terhadap gangguan pribadi,
baik dalam sikap mental maupun penampilan, yang dapat berdampak negatif
terhadap independensi dalam melaksanakan pemeriksaan.
Gangguan Ekstern
Gangguan
ekstern bagi organisasi pemeriksa dapat membatasi pelaksanaan pemeriksaan atau
mempengaruhi kemampuan pemeriksa dalam menyatakan pendapat atau simpulan hasil
pemeriksaannya secara independen dan obyektif. Independensi dan obyektifitas
pelaksanaan suatu pemeriksaan dapat dipengaruhi apabila terdapat:
a. Campur
tangan atau pengaruh pihak ekstern yang membatasi atau mengubah lingkup
pemeriksaan secara tidak semestinya.
b. Campur
tangan pihak ekstern terhadap pemilihan dan penerapan prosedur pemeriksaan atau
pemilihan sampel pemeriksaan.
c. Pembatasan
waktu yang tidak wajar untuk penyelesaian suatu pemeriksaan.
d. Campur
tangan pihak ekstern mengenai penugasan, penunjukan, dan promosi pemeriksa.
e. Pembatasan
terhadap sumber daya yang disediakan bagi organisasipemeriksa, yang dapat
berdampak negatif terhadap kemampuan organisasi pemeriksa tersebut dalam
melaksanakan pemeriksaan.
f. Wewenang
untuk menolak atau mempengaruhi pertimbangan pemeriksa terhadap isi suatu
laporan hasil pemeriksaan.
g. Ancaman
penggantian petugas pemeriksa atas ketidaksetujuan dengan isi laporan hasil
pemeriksaan, simpulan pemeriksa, atau penerapan suatu prinsip akuntansi atau
kriteria lainnya.
h. Pengaruh
yang membahayakan kelangsungan pemeriksa sebagai pegawai, selain sebab-sebab
yang berkaitan dengan kecakapan pemeriksa atau kebutuhan pemeriksaan Pemeriksa
harus bebas dari tekanan politik agar dapat melaksanakan pemeriksaan dan
melaporkan temuan pemeriksaan, pendapat dan simpulan secara obyektif, tanpa
rasa takut akibat tekanan politik tersebut.
Gangguan Organisasi
Independensi
organisasi pemeriksa dapat dipengaruhi oleh kedudukan, fungsi, dan struktur
organisasinya. Dalam hal melakukan pemeriksaan, organisasi pemeriksa harus
bebas dari hambatan independensi. Pemeriksa yang ditugasi oleh organisasi
pemeriksa dapat dipandang bebas dari gangguan terhadap independensi secara
organisasi, apabila melakukan pemeriksaan di luar entitas tempat ia bekerja.
3. PENGGUNAAN
KEMAHIRAN PROFESIONAL SECARA CERMAT DAN SEKSAMA
Pernyataan standar umum ketiga
adalah:
“Dalam pelaksanaan
pemeriksaan serta penyusunan
laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya
secara cermat danseksama”.
Pernyataan
standar ini mewajibkan pemeriksa untuk menggunakan kemahirannya secara
profesional, cermat dan seksama, memperhatikan prinsip-prinsip pelayanan atas
kepentingan publik serta memelihara integritas, obyektivitas, dan independensi
dalam menerapkan kemahir profesional terhadap setiap aspek pemeriksaannya.
Pernyataan standar ini juga mengharuskan tanggung jawab bagi setiap pemeriksa
yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan untuk mematuhi
Standar Pemeriksaan.
Pemeriksa
harus menggunakan kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam
menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilaksanakan dan standar yang akan
diterapkan terhadap pemeriksaan; menentukan lingkup pemeriksaan, memilih
metodologi, menentukan jenis dan jumlah bukti yang akan dikumpulkan, atau dalam
memilih pengujian dan prosedur untuk melaksanakan pemeriksaan. Kemahiran
profesional harus
diterapkan juga dalam
melakukan pengujian dan prosedur, serta dalam melakukan penilaian dan pelaporan
hasil pemeriksaan.
Kemahiran
profesional menuntut pemeriksa untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu
sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi
secara kritis terhadap bukti pemeriksaan. Pemeriksa menggunakan pengetahuan,
keahlian dan pengalaman yang dituntut oleh profesinya untuk melaksanakan
pengumpulan bukti dan evaluasi obyektif mengenai kecukupan, kompetensi dan
relevansi bukti. Karena bukti dikumpulkan dan dievaluasi selama pemeriksaan,
skeptisme profesional harus digunakan selama pemeriksaan. Pemeriksa tidak boleh
menganggap bahwa manajemen entitas yang diperiksa tidak jujur, tetapi juga
tidak boleh menganggap bahwa kejujuran manajemen tersebut tidak diragukan lagi.
Dalam menggunakan skeptisme profesional, pemeriksa tidak boleh puas dengan
bukti yang kurang meyakinkan walaupun menurut anggapannya manajemen entitas
yang diperiksa adalah jujur.
Pemeriksa
harus menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama dalam
menerapkan Standar Pemeriksaan yang digunakan. Keputusan pemeriksa tidak
menerapkan standar tertentu dalam pelaksanaan pemeriksaan harus dicatat dalam
kertas kerja pemeriksaan. Dalam keadaan tertentu dapat terjadi bahwa pemeriksa
tidak dapat mematuhi Standar Pemeriksaan yang berlaku dan juga tidak dapat
mengundurkan diri dari penugasan pemeriksaan.
Dalam
keadaan demikian, pemeriksa harus mengungkapkan masalah tersebut
dalam lingkup pemeriksaan di dalam laporan hasil pemeriksaannya, yaitu tidak
dipatuhinya Standar Pemeriksaan yang berlaku, alasan yang mendasarinya, dan
dampaknya terhadap hasil pemeriksaan akibat tidak dipatuhinya Standar
Pemeriksaan tersebut. Menerapkan kemahiran profesional secara cermat dan seksama
memungkinkan pemeriksa untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa salah
saji material atau ketidakakuratan yang signifikan dalam data akan terdeteksi.
Keyakinan mutlak tidak dapat dicapai karena sifat bukti dan
karakteristik penyimpangan.
Pemeriksaan
yang dilaksanakan menurut Standar Pemeriksaan mungkin tidak akan mendeteksi
salah saji material atau ketidakakuratan yang signifikan, baik karena
kesalahan, kecurangan, tindakan melanggar hukum, atau pelanggaran aturan.
Walaupun Standar Pemeriksaan ini meletakkan tanggung jawab kepada setiap
pemeriksa untuk menerapkan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama,
tidak berarti bahwa tanggung jawabnya tidak terbatas, dan tidak berarti juga
bahwa pemeriksa tidak melakukan kekeliruan.
4. PENGENDALIAN
MUTU
Pernyataan standar umum
keempat adalah:
Setiap organisasi pemeriksa
yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan harus memiliki
sistem pengendalian mutu yang memadai, dan sistem pengendalian mutu tersebut
harus direviu olehpihak lain yang kompeten (pengendalian mutu ekstern)”.
Sistem
pengendalian mutu yang disusun oleh organisasi pemeriksa harus dapat memberikan
keyakinan yang memadai bahwa organisasi pemeriksa tersebut:
· telah
menerapkan dan mematuhi Standar Pemeriksaan yang berlaku
· telah
menetapkan dan mematuhi kebijakan dan prosedur pemeriksaan yang memadai. Sifat
dan lingkup sistem pengendalian mutu organisasi pemeriksa bergantung pada
beberapa faktor, seperti ukuran dan tingkat otonomi kegiatan yang diberikan
kepada pemeriksa dan organisasi pemeriksa, sifat pekerjaan, struktur
organisasi, pertimbangan mengenai segi biaya dan manfaatnya.
Dengan
demikian, sistem pengendalian mutu yang disusun oleh
organisasi pemeriksa secara individu akan bervariasi, begitu pula
mengenai dokumentasinya. Organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan
berdasarkan Standar Pemeriksaan harus direviu paling tidak sekali dalam 5
(lima) tahun oleh organisasi pemeriksa ekstern yang kompeten, yang tidak
mempunyai kaitan dengan organisasi pemeriksa yang direviu2. Penilaian atas
pengendalian mutu pemeriksaan oleh pihak ekstern yang kompeten adalahuntuk
menentukan apakah sistem pengendalian mutu pemeriksaan sudah dirancang dan
keyakinan yang memadai bahwa kebijakan dan prosedur pemeriksaan yang ditetapkan
dan Standar Pemeriksaan yang berlaku telah dipatuhi.
Menurut
Standar Pemeriksaan ini, pemeriksa atau organisasi pemeriksa yang mereviu
pengendalian mutu pemeriksaan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Pemeriksa
tersebut harus memiliki keahlian dan pengetahuan yang mutakhir mengenai jenis
pemeriksaan yang direviu, serta standar pemeriksaan yang berlaku.
b. Pemeriksa
dan/atau organisasi pemeriksa tersebut harus independen (sebagaimana
didefinisikan dalam Standar Pemeriksaan ini) dari organisasi pemeriksa yang
direviu, pegawainya, dan entitas yang diperiksa (yang pelaksanaan
pemeriksaannya dipilih untuk direviu). Suatu organisasi pemeriksa dilarang
mereviu organisasi pemeriksa lainnya yang baru saja melaksanakan reviu mengenai
pengendalian mutu pemeriksaan terhadaporganisasi pemeriksa tersebut.
c. Pemeriksa
tersebut harus memiliki pengetahuan mengenai bagaimana melaksanakan reviu atas
pengendalian mutu pemeriksaan. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari on-the-job
training, pendidikan dan pelatihan maupun kombinasi keduanya. Reviu atas
pengendalian mutu harus memenuhi persyaratansebagai berikut:
· Pemeriksa
dan organisasi pemeriksa tersebut harus menggunakan pertimbangan sehat dan
profesional dalam menilai dan melaporkan hasil reviunya.
· Pemeriksa
tersebut harus memilih salah satu cara pendekatan di bawah ini untuk
menentukan hasil pemeriksaan yang dinilai, yaitu: (1) memilih pemeriksaan yang
secara memadai dapat mewakili penugasan pemeriksaan berdasarkan Standar
Pemeriksaan ini; atau (2) memilih pemeriksaan yang secara memadai dapat
mewakili penugasan pemeriksaan oleh organisasi pemeriksa, termasuk satu atau
lebih penugasan pemeriksaan yang dilaksanakan berdasarkan Standar Pemeriksaan
ini.
d. Reviu atas mutu pemeriksaan
meliputi penilaian kebijakan dan prosedur pengendalian mutu
organisasi pemeriksa, termasuk pula prosedur pengawasan terkait, pelaporan
pemeriksaan, dokumentasi pemeriksaan yang diperlukan (misalnya dokumentasi
independensi, dokumentasi.tentang pendidikan profesional berkelanjutan, arsip
pegawai yangberkaitan dengan pengangkatan, evaluasi kinerja dan
kebijakanpemeriksaan), serta wawancara dengan staf profesional
organisasipemeriksa yang direviu untuk menentukan pemahaman dan kepatuhanterhadap
kebijakan dan prosedur pengendalian mutu pemeriksaan.
e. Reviu harus cukup
komprehensif untuk memberikan dasar yang memadaiuntuk menyimpulkan bahwa sistem
pengendalian mutu organisasipemeriksa yang direviu telah dilaksanakan sesuai
dengan standarprofesional. Pemeriksa yang mereviu harus mempertimbangkan
mengenaikecukupan dan hasil pengawasan organisasi pemeriksa yang direviu dalam
perencanaan prosedur reviu secara efisien.
f. Pemeriksa yang mereviu
harus menyiapkan laporan tertulis untuk mengkomunikasikan hasil reviunya.
Laporan tersebut harus mengindikasikan lingkup reviu, termasuk setiap
keterbatasan yang ada,dan harus mengungkapkan suatu opini mengenai apakah
sistem pengendalian mutu pemeriksaan yang dilakukan organisasi pemeriksa yang
direviu telah memadai dan telah sesuai dengan standar profesional.
Laporan
harus menyatakan standar profesional yang digunakan. Laporan juga harus
menjelaskan alasan-alasan jika terjadi modifikasi terhadap opini. Apabila ada
hal-hal yang mengakibatkan modifikasi terhadap opini, maka pemeriksa tersebut
harus memberikan penjelasan dalam temuandan rekomendasinya, baik dalam laporan
reviu maupun dalam surat komentar yang terpisah, atau dalam surat kepada
manajemen agar organisasi pemeriksa yang direviu dapat Laporan tertulis
tersebut harus mengacu kepada surat komentar atau surat kepada manajemen
apabila surat tersebut dikeluarkan bersama laporan modifikasi.
Prosedur
reviu terhadap pengendalian mutu harus direncanakan sesuai dengan luas dan
sifat pekerjaan organisasi pemeriksa yang direviu. Sebagai contoh, suatu
organisasi pemeriksa hanya sedikit melaksanakan pemeriksaan, maka terhadap
organisasi pemeriksa ini reviu akan lebih efektif apabila penilaian lebih
menitikberatkan kepada penilaian mutu pemeriksaan tersebut daripada penilaian
yang menitikberatkan kepada penilaian kebijakan dan prosedur pengendalian mutu
organisasi pemeriksa dimaksud.
Informasi
dalam laporan reviu pengendalian mutu pemeriksaan seringkali berkaitan dengan
pengambilan keputusan penugasan pemeriksaan. Organisasi pemeriksa yang akan
menerima penugasan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan ini, dapat
diminta untuk menyediakan laporan reviu pengendalian mutu pemeriksaan yang
terakhir kepada pemberi penugasan tersebut.
Comments
Post a Comment