Pajak Pertambahan Nilai
(PPN)
Perencanaan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Memaksimalkan PPN masukan yang dapat
dikreditkan; perusahaan sebaiknya memperoleh Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena
Pajak (JKP) dari Pengusaha Kena Pajak (PKP), supaya pajak masukannya dapat
dikreditkan. Perusahaan perlu mengamati dengan cermat jangan sampai terdapat
pajak masukan yang belum dikreditkan lagi.
2. Dalam hal penjualan BKP/JKP yang pembayarannya
belum diterima, pembuatan faktur pajak bisa ditunda sampai akhir bulan
berikutnya setelah penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak.
PPN dikenakan atas:
1. Penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh PKP
2. Impor BKP.
3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP luar daerah
pabean di dalam daerah pabean.
4. Ekspor BKP oleh PKP.
Pajak
masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak masukan yang berhubungan langsung
dengan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen atas BKP/JKP dan faktur
pajaknya adalah faktur pajak standar atau dokumen yang disamakan dengan faktur
pajak standar.
Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan apabila:
Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan apabila:
1. Perusahaan sebelum dikukuhkan menjadi PKP.
2. Faktur pajak sederhana.
3. Faktur pajak cacat.
4. Tidak diisi lengkap dan terdapat coretan atau
hapusan.
5. Pajak masukan atas pembelian mobil sedan, jeep,
station wagon, van, dan combi.
6. Pajak masukan berkaitan dengan produksi BKP/JKP.
7. Pajak masukan yang tidak ada kaitannya secara
langsung dengan kegiatan usaha atas BKP.
8. Pajak masukan yang dilaporkan pada SPT Masa PPN,
yang diketemukan pada saat pemeriksaan/yang ditagih melalui SKP.
Pajak masukan yang belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya, selambat-lambatnya pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Membangun
Sendiri Tidak dalam Kegiatan Usaha
Membangun sendiri untuk tempat tinggal/tempat usaha oleh Orang Pribadi/Badai dikenakan PPN, apabiia:
Membangun sendiri untuk tempat tinggal/tempat usaha oleh Orang Pribadi/Badai dikenakan PPN, apabiia:
· Luas bangunan 400 meter persegi atau lebih.
· Bangunan permanen.
· Tarif 10% x 40% x biaya bangunan (tanpa harga
tanah).
· Disetor tiap bulan, pada tanggal 15 bulan
berikutnya sejak pembangunan dimulai.
Penyerahan
Aset yang menurut Tujuan Semula Tidak untuk dijual.Penyerahan aset yang tujuan
semula tidak diperjualbelikan dikenakan PPN, sepanjang PPN yang dibayar pada
saat perolehannya dapat dikreditkan.
· Pajak keluaran disetor dengan menggunakan SSP
tersendiri, disetor paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
· Dapat dibuatkan faktur pajak tetapi tidak perlu
dimasukkan ke Formulir 1195.
· Dalam hal aset tersebut juga mendapatkan
fasilitas penundaan, atas penyerahan asset dimaksud juga dikenakan PPN.
Dasar Pengenaan Pajak
(DPP):
· Harga Jual
· Nilai Penggantian
· Nilai Impo
· Nilai Ekspor
· Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak
1. Pemakaian sendiri dan cuma-cuma BKP/JKP: 10% x
harga jual dikurangi laba kotor
2. Penyerahan media rekaman suara/gambar/film
cerita: 10% x harga jual rata-rata
3. Persediaan BKP pada saat pembubaran perusahaan:
Harga pasar yang wajar
4. Aset yang menurut tujuan semula tidak untuk
dijual: Harga pasar yang wajar
5. Penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan jasa
pengiriman paket: 10% x 10% jumlah tagihan
6. Penyerahan jasa anjak piutang: 10% x 5% jumlah
imbalan (dapat berupa provisi, ongkos jasa, diskon)
7. Pedagang eceran: 10% x 20% Jumlah penyerahan
barang dan PPN masukan tidak dapat dikreditkan.
8. Jasa persewaan ruangan: Sewa ruangan: 10% dari
sewa yang ditagih Ongkos jasa: 10% x 40% ongkos jasa yang ditagih
Tarif PPN:
· Tarif umum adalah 10%.
· Tarif ekspor 0%.
Satu hal yang perlu diingat adalah perencanaan pajak yang telah dibuat dan dilaksanakan jangan sampai melanggar peraturan perpajakan, hal ini penting untuk menghindari sanksi perpajakan.
Setelah perencanaan pajak selesai disusun dan diimplementasikan, masih ada satu tahap lagi yang harus dilakukan, yaitu pengendalian pajak.Pengendalian pajak perlu dilakukan untuk mengetahui apakah semua perencanaan pajak telah dilaksanakan sesuai dengan rencana.Pengendalian pajak dapat dilakukan melalui penelaahan pajak.
PPnBM
(Pajak Penjualan atas Barang Mewah)
PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas
konsumsi BKP yang tergolong mewah didalam daerah pabean.
1. Dasar Pengenaan PPnBM
a. Perlu adanya keseimbangan pembebanan pajak
antara konsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan
tinggi.
b. Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas
BKP yang tergolong mewah.
c. Perlu adanya perlindungan terhadap produsen
kecil atau tradisional.
d. Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
PPnBM dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu
penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha yang
menghasilkan atau pada waktu impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
BKP yang tergolong mewah adalah :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang
kebutuhan pokok;
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat
tertentu;
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi atau apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral
serta mengganggu ketertiban masyarakat.
2. Objek
PPnBM
a. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam
Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
b. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
3. Penetapan
Tarif
a. Tarif PPnBM dibedakan menjadi beberapa
kelompok tarif yaitu tarif terendah sebesar 10% dan tarif tertinggi sebesar
200%. Perbedaan tersebut didasarkan pada pengelompokkan BKP yang tergolong
mewah yang atas penyerahannya dikenakan juga PPnBM.
b. Tarif PPnBM ditetapkan sebesar 0% atas ekspor
BKP yang tergolong mewah, karena diekspor atau dikonsumsi di luar daerah
Pabean.
Pelaporan
PPN dan PPnBM
1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP,
harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak
setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB,
SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
3. PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan:
a. Bendahara Pemerintah harus dilaporkan paling
lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor,
harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
a. Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG,
maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa
dan disampaikan kepada KPP setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir.
Saat
Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM
1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP
harus disetor paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB,
SKPKBT, dan STP harus dibayar/disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam
SKPKB, SKPKBT, dan STP tersebut.
3. PPN/PPnBM atas Impor, harus dilunasi bersamaan
dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/
dibebaskan, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Impor.
4. PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh:
a. Bendahara Pemerintah, harus disetor paling
lama tanggal 7 (tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang
memungut PPN / PPnBM atas Impor, harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari
kerja setelah dilakukan pemungutan PPN pajak.
PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan
Urusan Logistik (BULOG), harus dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah
Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.
Sarana
Pembayaran PPN dan PPnBM
1. Untuk membayar/menyetor PPN dan PPnBM
digunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang tersedia di Kantor-kantor
Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia.
2. Surat Setoran Pajak (SSP) menjadi lengkap dan
sah bila jumlah PPN/ PPn BM yang disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum
di dalam Daftar Nominatif Wajib Pajak (DNWP) yang dibuat oleh: Bank penerima
pembayaran, Kantor Pos dan Giro, atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
penerima setoran.
Contoh Kasus PPN dan
PPnBM
1. PT Magetan Jaya mendirikan bangunan untuk
kegiatan usahanya di bidang propertyseluas 400 m persegi di daerah Mampang
Prapatan, Jakarta Selatan. Pembangunan tersebutdilakukan oleh salah satu
pemborong yang juga berdomisili di daerah Mampang yang belumdikukuhkan sebagai
PKP.Biaya yang harus dikeluarkan pada bulan Januari 2012 adalah 1M,termasuk
pembelian tanah sebesar 400 juta dan PPN sebesar 150 juta.Berapakah PPN
yangharus dibayar PT Magetan Jaya pada bulan Januari?
Kegiatanmembangunsendiriyangdilakukantidakdalamkegiatanusahaataupekerjaan
adalah kegiatan membangun bangunan baik yang dilakukan oleh orangpribadi atau
badan yang dilakukan oleh tukang batu atau tukang kayu harian ataupemborong
bangunan yang belum atau tidak dikukuhkan sebagai PKP,yang hasilnyadigunakansendiriataudigunakanpihaklain.BerdasarkanPMKnomor39/PMK.03/2010 yang juga diatur dalam PER-27/PJ/2010 yang menjadi dasarpengenaan
pajak (DPP) adalah 40% dari seluruh pengeluaran (termasuk
PPN) padabulan yang bersangkutan tidak termasuk harga perolehan
tanah.
Tanpa tax planning:
Jumlah PPN yang
terutang: 10% x 40% x jumlah pengeluaran(kecuali harga tanah)= 10% x40% x
(1M-400 juta) = 24 juta
Dengan tax planning:
PT Magetan Jaya
mengalokasikan/mengkapitalisasikan harga pembelian bangunan ke hargapembelian
tanah sebesar 100 juta.Sehingga harga tanah menjadi 500 juta (400 juta+100
juta).Jumlah PPN yang terutang: 10% x 40% x (1M-500 juta) =20 juta
Jadi,dengan tax planning
PT Magetan Jaya dapat menghemat biaya pajak sebesar 4 juta.
2. Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena
Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang
Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenakan PPN juga dikenakan
PPnBM misalnya dengan tarif 20%.
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena
Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00
b. PPN = 10% xRp. 50.000.000,00 = Rp.
5.000.000,00
c. PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp.
10.000.000,00
Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai
bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM
dengan tarif misalnya 35%. Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang
diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00
dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau
dibebankan sebagai biaya.
Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP “X”
dengan harga jual Rp. 150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPn BM yang
terutang adalah :
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00
b. PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp.
15.000.000,00
c. PPn BM = 35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp.
52.500.000,00
PPN sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar pada saat impor
merupakan pajak masukan bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp. 15.000.000,00
merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp.
10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp.
52.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”.
3. Ibu Eli memiliki sebuah toko
perhiasan dan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Peredaran usaha
atas penyerahan Emas Perhiasan selama bulan Juni 2014 adalah Rp250.000.000,00.
Sedangkan pembelian atas barang dagangan berupa emas perhiasan pada masa yang
sama adalah sebesar Rp300.000.000,00. Berdasarkan data dan keterangan di atas
bagaimana pengenaan PPN atas penyerahan emas perhiasan yang telah dilakukannya?
Ibu
Eli sebagai PKP wajib menghitung, menyetorkan sendiri dan melaporkan PPN atas
penyerahan barang dagangan berupa emas perhiasan dengan perhitungan sebagai
berikut:
1. PPN yang dipungut dari pembeli (PPN Keluaran):
10% x 20%xRp250.000.000,00 = Rp5.000.000,00
2. PPN Masukan yang telah dibayar adalah: 10% x
20%xRp300.000.000,00 = Rp6.000.000,00 (tidak dapat dikreditkan)
3. PPN yang wajib disetor sendiri adalah:
Rp5.000.000,00
Kewajiban Ibu Eli antara lain:
1. Menyetorkan PPN sebesar Rp5.000.000,00 paling lama
tanggal 31 Juli 2014
2. Melaporkan penyetoran PPN dalam bentuk SPT PPN
untuk Masa Pajak Juni 2014 paling lama tanggal 31 Juli 2014.
Comments
Post a Comment