Rekonsiliasi / Ekualisasi PPN adalah proses
pencocokan antara data di SPT Masa PPN dengan
SPT Tahunan Perusahaan.Rekonsiliasi yang menyangkut PPN ini penting karena akan
berhubungan langsung dengan pengakuan pendapatan perusahaan. Setiap bentuk
Penjualan (atau istilah pajak disebut juga Penyerahan) akan menimbulkan Pajak
Pertambahan Nilai. Meskipun idealnya rekonsiliasi atas PPN ini dilakukan setiap
bulan, tetapi rekonsiliasi di akhir tahunnya menjadi perlu sekali karena
terkait dengan pengakuan pendapatan di SPT Badan 1771 nantinya.
Pada umumnya perbedaan yang timbul antara
pengakuan pendapatan perusahaan menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai
penyerahan menurut SPT Masa PPN bisa timbul karena dua kondisi.
1. Karena karakteristik
transaksi
2. Karena Peraturan
yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.
Perbedaan-perbedaan
nilai peredaran usaha menurut SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Masa PPN, yang
mungkin timbul antara lain dikarenakan oleh:
1. Terdapat Objek
PPN yang tidak tercatat dalam Akun Penjualan.
Tidak semua transaksi penyerahan barang atau jasa yang
dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dicatat sebagai akun Penjualan,
misalnya: penjualan aktiva tetap bekas (Pasal 16D), pemakaian sendiri,
pemberian cuma-cuma, dan lain-lain.Pemakaian sendiri untuk konsumsi, diberikan kepada pegawai
pemberian cuma-Cuma atau disumbangkan terutang PPN berdasarkan harga jual
dikurangi laba (dalam prakteknya dihitung berdasarkan harga pokok) bukan
merupakan penghasilan tetapi mengurangi persediaan atau harga pokok penjualan
boleh dibuat Faktur Pajak Standar, pemakaian sendiri untuk produksi boleh
dibuatkan Faktur Pajak Standar.
2. Terdapat perbedaan kursyang dipakai
dalam mencatat Penjualan di laporan keuangan dengan pembuatan Faktur Pajak.
Kurs
valuta asing yang digunakan untuk mengakui penjualan disesuaikan dengan Standar
Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia (PSAK), yang dilakukan dengan taat
asas.Berdasarkan PSAK Nomor 10 diatur bahwa setiap transaksi dalam mata uang
asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi.Namun
dalam praktek di lapangan, kurs yang dipakai tidak selalu menggunakan kurs
transaksi.Kadangkala Wajib Pajak menggunakan kurs rata-rata dalam seminggu atau
sebulan, menggunakan kurs tengah BI, dan lain-lain. Sedangkan dalam membuat
Faktur Pajak, penyerahan BKP atau JKP yang menggunakan mata uang asing, harus
menggunakan kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembuatan Faktur
Pajak.Selisih Kurs, invoice yang dibuat dalam valuta asing
dicatat dalam penjualan (SPT PPh) berdasarkan kurs realisasi, tapi DPP PPN
berdasarkan kurs Menteri Keuangan.
3. Pemberian Cash Discount
Pada
umumnya PKP penjual sering memberikan diskon tambahan apabila pembeli dapat
membayar lebih cepat dari tanggal jatuh tempo / syarat pembayaran yang telah
disepakati sebelumnya.Diskon tambahan ini disebut dengan Cash Discount. Cash
Discount tidak mengurangi Dasar Pengenaan Pajak yang tercantum dalam Faktur
Pajak, sehingga dapat dipastikan ketika pembeli memanfaatkan Cash Discount
tersebut maka omset yang tercantum di SPT Masa PPN akan lebih besar daripada
omset yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan.Potongan penjualan yang
diberikan setelah faktur pajak dibuat tidak dapat mempengaruhi DPP PPN tetapi
mengurangi jumlah peredaran pada SPT PPh.
4. Penjualan kredit, dalam penjualan
kredit PKP penjualan dapat menunda pembuatan Faktur Pajak Standar sampai dengan
akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang (invoice)
sepanjang belum diterima uang sehingga menyebabkan selisih omzet antara SPT PPh
dan PPN terutama untuk penjualan kredit yang dilakukan pada akhir tahun buku.
5.
Penerimaaan
uang muka (pesanan), sudah terutang PPN tapi belum merupakan penjualan
(penghasilan), terutama uang muka pada akhir tahun buku, misalnya pada tanggal
20-12-1998 diterima uang muka sebesar Rp 100 juta tapi sampai 31-12-1998 belum
ada realisasi penjualan.
6.
Pengiriman
barang konsinyasi untuk dijual sudah terutang PPN, tetapi belum merupakan penjualan
(penghasilan), pengakuan penghasilan setelah realisasi penjualan dilaporkan
komisioner.
7. PKP yang mempunyai cabang termasuk
lokasi usaha perwakilan, unit pemasaran yang belum mendapat persetujuan
sentralisasi PPN. Penyerahan atau pengiriman barang dari kantor pusat ke cabang
dari cabang ke cabang atau antar cabang sudah terutang PPN, tetapi belum
merupakan penjualan.
8. Ekspor dikenakan PPN dengan 0% atau
tidak terutang PPN, tapi merupakan penjualan atau menambah omset pada SPT PPh.
9. Penjualan BKP ke Kawasan Berikat,
PPN-nya tidak dipungut, tapi masuk omset penjualan pada SPT PPh, Faktur Pajak
Standar tetap dibuat ditera/dicap : ‘PPN Tidak dipungut…’
10. Retur penjualan yang seharusnya
dibuat nota retur, tetapi dibuat FP Standar seakan-akan terjadi jual-beli,
tidak mengurangi omset pada SPT PPN, tetapi mengurangi jumlah peredaran pada
SPT PPh.
11. Adanya
kesalahan tulis atau hitung
Perbedaan omset menurut PPh dan PPN juga dapat timbul atas
kesalahan tulis atau kesalahan hitung (human error) dalam pembuatan Faktur Pajak
atau pengisian SPT Masa PPN. Ada baiknya pekerjaan rekonsiliasi atau
ekualisasi PPN ini dilakukan secara rutin tiap bulannya, karena apabila timbul
perbedaan akan jauh lebih mudah ditelusuri. Apabila ternyata perbedaan timbul
karena human error, maka dapat langsung diambil tindakan antisipasi untuk
memperbaiki kesalahan tersebut.
Untuk
melakukan rekonsiliasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) caranya sangat mudah dan
sederhana, yaitu dengan mengambil angka Penjualan kemudian dikalikan
10%.Apabila sudah didapat nilai penjualan dan PPN keluarannya serta nilai
pembelian dan PPN masukannya, maka tinggal cross check dengan yang sudah
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) PPN setiap
bulannya.Apabila masih ada yang tertinggal belum dilaporkan, kalau itu ada pada
sisi PPN keluaran maka harus segera dilakukan pembetulan SPT Masa dan dibayar
kekurangan pajaknya.Meskipun hal ini tetap menjadi exposure (potensi kena
denda). Namun apabila ditemukan faktur pajak masukan yang belum dilaporkan
sebagai PPN masukan, maka pilihannya adalah melakukan pembetulan SPT Masa atau
membiarkannya dengan tidak mengkreditkan dalam SPT Masa dan pembukuan akuntansi akan mencatat sebagai beban tambahan.
Comments
Post a Comment